Jumat, 21 Maret 2008

Customer value

oleh : Handito Hadi Joewono

Taksi Blue Bird ada di mana-mana. Di tempat mangkal taksi di banyak hotel dan pusat perbelanjaan, di jalan besar, jalan kecil, sampai di ujung gang rumah kita. Memanggil taksi Blue Bird 'hanya' sejauh mengangkat gagang telepon. Mirip slogan salah satu produk minuman: "kapan saja, di mana saja". Kemudahan seperti itu memberi bukti, yang bukan sekadar janji, dari empat komitmen nilai tambah taksi Blue Bird.

Blue Bird memberikan komitmen empat nilai tambah [customer value] untuk membedakan pelayanan yang diberikan oleh perusahaan taksi lain. Keempat komitmen nilai tambah itu adalah aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal. Tentu saja untuk merealisir komitmen yang tampaknya sederhana tersebut tidaklah semudah yang dibayangkan.

Faktor pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi yang belasan ribu, mobil yang kondisinya berbeda-beda, lokasi yang relatif berjauhan dan taksi yang terus bergerak merupakan faktor yang menambah rumitnya pengelolaan bisnis dan layanan pada bisnis taksi.

Bahkan, untuk sekadar memetakan industri ini pun juga tidak mudah. Tim Arrbey yang sedang menyiapkan studi kasus taksi untuk buku kami berikutnya tentang layanan berkualitas juga menghadapi realita 'ruwetnya' pengelolaan bisnis ini.

Dari sisi pemasaran dan pelayanan konsumen, pengelolaan bisnis taksi dihadapkan pada beragamnya jenis konsumen. Ada konsumen yang ingin naik taksi dengan nyaman, ada yang asal sampai, ada yang cari gengsi dengan naik taksi, dan ada juga yang memanfaatkan naik taksi untuk kepentingan tidak baik termasuk mencari mangsa perampokan, penculikan, dan pemerkosaan.

Setidaknya adan tiga segmen pasar konsumen taksi atau kendaraan angkutan darat pada umumnya, yaitu:

1. Asal sampai

Jangan terlalu mikirin kualitas layanan di kelompok konsumen yang satu ini. Kualitas layanan merupakan kemewahan, yang kalau konsumen tidak mendapatkan juga tidak apa-apa. Bahkan, kalau sampai disediakan oleh pemberi layanan merupakan hal yang luar biasa.

Kata kunci 'layanan' di sini adalah: ngirit. Tidak heran banyak penumpang kereta api di Bogor dan Bekasi yang gembira dengan kehadiran KRL ekonomi AC. Ada juga konsumen taksi yang tidak berkeberatan naik taksi yang tidak pakai AC atau taksinya 'dekil'' karena taksinya tidak terawat dan bahkan tidak merasa was-was kalau pengemudi taksinya 'sangar'.

Pengemudi taksi yang cocok melayani kelompok konsumen ini adalah 'pembalap gagal' yang berani ngebut dan sedikit-sedikit melanggar peraturan lalu lintas agar penumpang cepat sampai daerah tujuan.

2. Sampai dengan puas

Penumpang yang naik taksi Blue Bird punya ekspektasi mendapatkan layanan standar berkualitas. Keempat customer value Blue Bird yaitu aman, nyaman, mudah, dan pelayanan personal dengan tepat memenuhi ekspektasi servis konsumen tadi.

Kalau konsumen mendapatkan keempat janji Blue Bird tersebut, tentu konsumen puas. Sebaliknya konsumen yang masih merasa ada janji yang belum sepenuhnya terpenuhi bisa berkomunikasi lebih lanjut dengan menelepon pusat layanan konsumen.

3. Sampai dengan kesan indah

Sesungguhnya Blue Bird, khususnya melalui Silver Bird, sudah mengarah ke pemberian layanan yang memungkinkan konsumen mendapat kesan indah. Penggunaan portofolio Mercedes dan mobil mewah lainnya dalam jajaran armada Silver Bird merupakan simbol upaya servis yang bermaksud memberi kesan indah. Penumpang bisa 'berbangga' menyampaikan ke sanak saudara atau rekan bisnisnya kalau barusan naik Mercy.

Demikian juga komitmen mengembalikan barang tertinggal, sehingga sampai mendapat rekor Muri juga bentuk lain dari upaya 'merekayasa positif'untuk menciptakan layanan yang bisa berkesan indah. Konsumen yang amit-amit ketinggalan handphone dan lalu mendapatkan lagi handphone-nya akan menjadi konsumen yang mau cerita ke teman dan siapa pun yang ditemui tentang kualitas layanan taksi yang baru saja digunakannya.

Keberhasilan Blue Bird mengelola berbagai keruwetan yang menjadi karakteristik bisnis taksi memang bisa diacungi jempol. Strategi membangun banyak pangkalan taksi di berbagai tempat berbeda, jumlah taksi yang banyak, pemanfaatan teknologi informasi dan manajemen pengelolaan SDM khususnya pengemudi taksi menjadi pilar-pilar kesuksesan Blue Bird.

Lalu bisakah contoh kasus baik seperti ini 'ditiru' oleh perusahaan taksi atau bahkan industri jasa yang lainnya. Tentu saja bisa, dan modal dasarnya adalah tekad dan tindakan nyata. Manajemen Blue Bird sudah membuktikan aplikasi tekad dan tindakan nyata tadi dalam pengelolaan bisnisnya, dan selanjutnya terserah Anda.

Rabu, 19 Maret 2008

Hindari 6 Pembunuh Karir Anda

Dari : Portal HR

Anda pasti baru saja memasukkan kata "karir" dalam daftar resolusi 2008 yang Anda buat sebulan yang lalu. Bagaimana sejauh ini, apakah Anda sudah mengambil langkah-langkah awal untuk mewujudkannya? Apapun yang Anda harapkan dari karir Anda tahun ini, yang pasti merujuk pada perkembangan, kemajuan dan peningkatan ke arah yang lebih baik dan menjanjikan.

Sambil terus melakukan upaya-upaya yang mendukung terpenuhinya harapan-harapan tersebut, Anda juga perlu mengenali faktor-faktor penghambatnya. Dengan mengenalinya sejak dini, akan akan terhindar dari kemungkinan kegagalan yang tidak Anda perhitungkan. Setidaknya ada 7 "dosa" yang harus Anda hindari di tempat kerja. Kalau tidak, 7 hal itu tidak hanya akan menjadi perintang melainkan bahkan juga akan membunuh karir Anda.

1. Bangga

Keberhasilan demi keberhasilan di tempat kerja membuat Anda merasa luar biasa sehingga cenderung mengecilkan fakta bahwa itu semua tak lepas dari dukungan atau pun asistensi orang-orang di sekitar Anda, dan khususnya mereka yang berada di bawah Anda. Anda pun menjadi seorang yang egosentris, dam lambat-laun --mungkin tanpa Anda sadari- mulai meremehkan dukungan orang lain. Kebanggaan pada diri yang berlebihan akan mematikan semangat tim yang hakikatnya dibangun dari bawah dan bisa mempercepat laju karir seseorang. Merasa diri adalah bagian dari kesatuan sebuah tim, akan memberi sukses yang berjangka panjang.

2. Iri Hati

Penghargaan kepada individu diberikan oleh perusahaan berdasarkan prestasi yang dicapai oleh yang bersangkutan. Tapi, Anda selalu mempertanyakan, "Apa dia pantas mendapatkannya?" dan lalu merasa, "Saya lebih pantas." Perasaan seperti itu bisa merusak dan menjauhkan Anda dari kemampuan untuk fokus pada tugas dan tanggung jawab yang ada di tangan Anda sendiri. Menjadi orang yang selalu mencemburui orang lain di tempat kerja bisa menyabotase harga diri Anda. Dan, harga diri adalah karakteristik penting dari setiap pekerja atau pun eksekutif yang sukses. Daripada iri hati, lebih baik saling bergandeng tangan bahu-membahu, dan itu bisa memotivasi kerja menuju sukses.

3. Marah

Kemarahan perlu dikontrol. Marah tidak memberi keuntungan apapun di tempat kerja. Tak seorang pun akan terbantu kalau Anda marah. Sebaliknya, marah hanya akan merusak reputasi dan citra Anda di mata teman, atasan maupun bawahan. Boleh saja Anda tidak setuju dengan orang lain, dan berusaha untuk melindungi kepentingan Anda akan sebuah pekerjaan atau proyek yang sedang Anda tangani. Dan bagus kalau Anda merasa passionate pada tugas Anda. Namun pelajarilah bagaimana menyalurkan emosi-emosi itu dalam aksi-aksi yang akan menguntungkan Anda di mata orang lain, khususnya tentu di mata atasan. Seorang yang mudah marah jarang sekali mendapatkan promosi kenaikan jabatan karena dinilai akan sulit menginspirasi atau memotivasi orang lain.

4. Berpikir pendek

Selalu ingin "lebih" dan "segera" adalah hasrat yang mendasari setiap usaha untuk mencapai tujuan-tujuan karir. Namun, menyalurkan hasrat itu secara ekstrim, misalnya dengan "menghalalkan segala cara" akan merugikan diri sendiri. Anda jadi kehilangan arah dan kehidupan Anda menjadi tidak seimbang. Jalan menuju sukses menghendaki pendekatan jangka panjang dalam semua aspek pekerjaan. Fokus pada kecepatan dan capaian-capaian jangka pendek hanya baik untuk sesaat, dan ketika dihadapkan pada hal-hal di tahap berikutnya, Anda tidak siap.

5. Mudah puas

Pada sisi lain, mudah puas dan kemalasan tidak memiliki tempat di dunia kerja. Setelah berhasil mencapai satu tahap lalu berhenti dan berharap capaian itu bisa mengantarkan ke sukses berikutnya dalam perjalanan karir adalah mustahil. Lebih-lebih dalam iklim kompetitif dewasa ini, hanya mereka yang terus berproses dan menindaklanjuti pertumbuhannya, dan senantiasai memperbarui kontribusinya yang akan sukses.

6. Ketidakseimbangan

Sejumlah orang bergerak naik terlalu cepat dalam jenjang jabatan perusahaan tapi kemudian berakhir dengan kegagalan. Segala yang berlebihan dan tidak wajar tidaklah bagus --khususnya jika Anda tidak siap dengan tantangannya. Penting untuk memastikan bahwa Anda tidak hanya siap secara profesional untuk mengambil tantangan yang lebih besar, tapi juga kehidupan personal juga mesti disiapkan untuk tuntutan-tuntutan baru tersebut. Mencapai sukses karir sebaiknya tidak mengesampingkan keseimbangan hidup, dan hasrat profesional yang "salah tempat" bisa menciptakan masalah di kemudian hari.

Minggu, 02 Maret 2008

Think Tanks

Oleh : Azyumardi Azra

Mungkin tidak banyak kalangan publik Indonesia yang tahu, bahwa salah satu think tank Indonesia, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta termasuk 30 think tanks paling top secara global. Dalam laporan 'The Global "Go-to Think Tanks": The Leading Public Policy Research Organizations in the World' yang dirilis James G. McGann akhir 2007 lalu dan diulas Sam Folk dalam artikel Jakarta-based Think Tank CSIS Receives International Accolade (The Jakarta Post, 29 Januari 2008), CSIS menjadi salah satu dari empat think tanks asal Asia dan satu-satunya dari Asia Tenggara yang termasuk barisan think thanks paling unggul di dunia.

Pemilihan lembaga think tanks tersebut berdasarkan nominasi yang diajukan kelompok lembaga sejenis yang menghasilkan 228 lembaga terpilih di antara 5.080 think tanks di seluruh dunia. Terbanyak terdapat di Amerika Utara (1924 lembaga atau 37,87 persen), Eropa Barat (1198/23,58 persen), Asia (601/11,83 persen), Eropa Timur 483/9,51 persen), Amerika Latin (408/8,03 persen), Afrika (274/5,39 persen), dan Timur Tengah (192/3,78 persen). Daftar itu juga mencatat 19 lembaga think tanks Indonesia.

Apakah lembaga think tanks tersebut? Menurut McGann, think tanks adalah lembaga riset, analisis, dan engagement tentang kebijakan publik. Lembaga semacam ini menghasilkan riset, analisis, dan saran yang berorientasi pada kebijakan publik tentang berbagai masalah domestik dan internasional. Dengan begitu, pengambil kebijakan dan publik umumnya dapat mengambil keputusan yang tepat tentang berbagai isu kebijakan publik.

Lembaga think tanks dapat merupakan institusi yang independen atau berafiliasi kepada pemerintah dengan struktur kelembagaan permanen, bukan merupakan komisi ad hoc. Lembaga ini juga sering menjadi jembatan antara akademisi dan pengambil keputusan; melayani kepentingan publik sebagai suara independen yang menerjemahkan hasil riset ke dalam bahasa yang bisa dipahami dan tepercaya.

Berdiri sejak 1971, tidak terlalu mengejutkan jika CSIS Jakarta menjadi think tank Indonesia yang terkemuka secara global. Lembaga ini pernah sangat berpengaruh pada Orde Baru, setidaknya sampai menjelang akhir dasawarsa 1980-an. Kini, meski pengaruhnya tidak lagi sekuat dulu, CSIS tetap merupakan lembaga penelitian paling terkemuka di Indonesia.

Memang tidak banyak lembaga think tank yang eksis pada masa Orde Baru, karena kuatnya pembatasan yang diberlakukan rezim pemerintahan dan militer. Tetapi, dalam masa pasca-Soeharto terlihat pertumbuhan signifikan lembaga semacam ini, termasuk yang didirikan mantan pejabat, sipil maupun militer dan politisi. Hal ini karena politik Indonesia menjadi lebih demokratis; pemerintah bukan hanya tidak mampu lagi mengontrol arus informasi, tetapi juga tidak dapat membendung kemunculan berbagai lembaga, termasuk lembaga think tank.

Banyak di antara lembaga yang didirikan pasca-Soeharto memiliki pretensi untuk mempengaruhi pendapat dan pertimbangan publik. Tetapi, kebanyakan mereka gagal melakukan riset dan kajian serius dan mendalam untuk menjadi pertimbangan pengambilan keputusan publik. Akhirnya, menjadi sekadar alat untuk pencapaian target politik tertentu.

Salah satu penyebab kegagalan adalah para pimpinan dan penelitinya bekerja paruh waktu. Sebagian besar mereka resminya bekerja pada instansi dan lembaga lain; universitas, lembaga penelitian pemerintah, birokrasi pemerintahan, atau lembaga nonpemerintah. Karenanya, mereka tidak bisa memberikan perhatian penuh pada lembaga think tank yang juga mereka tangani, sehingga hanya menghasilkan kajian dan riset yang tidak mendalam, dan karena itu, tidak memiliki bobot meyakinkan sebagai pertimbangan publik.

Sebuah think tank hanya bisa berhasil, jika para pengelola dan peneliti bekerja sepenuh waktu; dan mengabdikan seluruh perhatian dan kemampuan penelitian dan pengkajiannya pada lembaganya. Dengan begitu, mereka dapat menghasilkan kajian dan riset yang serius, mendalam, dan komprehensif tentang berbagai hal strategis.

Agar sebuah think tank dapat memiliki tenaga pengelola dan peneliti full-time dengan kualifikasi kompetitif, maka pendanaan menjadi hal sangat vital. Untuk itu, perlu dana endowment (hibah/wakaf) yang memadai, tidak hanya untuk membuat lembaga bisa berdiri dan maju, tapi juga untuk membiayai para pengelola dan penelitinya secara layak, dan juga agar dapat menjalankan program penelitian, kajian, dan penerbitannya secara baik. Jika hal ini bisa dilakukan, maka Indonesia dapat memiliki lebih banyak think tank yang hebat dan top.