Kamis, 27 Desember 2007

ULAT KECIL YANG BERANI

Andrie Wongso

"Yong gan de xiao chong"

Dikisahkan, ada seekor ulat kecil sejak lahir menetap di daerah yang tidak cukup air sehingga sepanjang hidupnya dia selalu kekurangan makanan. Di dalam hati kecilnya ada keinginan untuk pindah dari rumah lamanya demi mencari kehidupan dan lingkungan yang baru. Tetapi, dari hari ke hari dia tidak juga memiliki keberanian untuk melaksanakan niatnya. Hingga suatu hari, karena kondisi alam yang semakin tidak bersahabat, si ulat terpaksa membulatkan tekad memberanikan diri keluar dari rumahnya, mulai merayap ke depan tanpa berpaling lagi ke belakang.

Setelah berjalan agak jauh, dia mulai merasa bimbang. Katanya dalam hati, "Jika aku sekarang berbalik kembali ke rumah lama rasanya masih keburu, mumpung aku belum berjalan terlalu jauh. Karena kalau aku berjalan lebih jauh lagi, jangan-jangan jalan pulang pun takkan kutemukan lagi. Mungkin akhirnya aku tersesat dan... entah bagaimana nasibku nanti!"

Ketika Si Ulat sedang maju mundur penuh kebimbangan dan pertimbangan, tiba-tiba ada sebuah suara menyapa di dekatnya, "Halo ulat kecil! Apa kabar? Aku adalah Kepik. Senang sekali melihatmu keluar dari rumah lamamu. Aku tahu, engkau tentu bosan kekurangan makan karena musim dan cuara yang tidak baik terus menerus. Kepergianmu tentu untuk mencari kehidupan yang lebih baik, kan?"

Si Ulat pun bertanya kepada Si Kepik yang sok tahu, "Benar Kepik. Aku memutuskan pergi dari sarangku untuk kehidupan yang lebih baik. Apakah engkau tahu, apa yang ada di depan sana?" "Oh...Aku tahu, jalan ke depan yang akan kau lalui, walaupun tidak terlalu jauh tetapi terjal dan berliku. Dan lebih jauh di sana ada sebuah gua yang gelap yang harus kau lalui. Tetapi, setelah kamu mampu melewati kegelapan, aku beritahu, di pintu gua sebelah sana terbentang sebuah tempat yang terang, indah, dan sangat subur. Kamu pasti menyukainya. Di sana kau pasti bisa hidup dengan baik seperti yang kamu inginkan," Si Kepik dengan bersemangat memberi dorongan kepada Si Ulat yang tampak ragu dan ketakutan.

"Kepik, apakah tidak ada jalan pintas untuk sampai ke sana?" Tanya Ulat.

"Tidak sobat. Jika kamu ingin hidup lebih baik dari hari ini, kamu harus melewati semua tantangan itu. Nasehatku, tetaplah berjalan langkah demi langkah, fokuskan pada tujuanmu dan tetaplah berjalan. Niscaya kamu akan tiba di sana dengan selamat. Selamat jalan dan selamat berjuang sobat!" sambil berteriak penuh semangat, Si Kepik pun meninggalkan ulat.

Pembaca yang budiman,

Memang benar... kemenangan, kesuksesan, adalah milik mereka yang secara sadar, tahu apa yang menjadi keinginannya, sekaligus siap menghadapi rintangan apa pun yang menghadang, serta mau memperjuangkannya habis-habisan melalui cara-cara yang benar sampai mencapai tujuan akhir, yaitu kesuksesan.

Pengertian sukses secara sederhana demikian ini telah di praktikkan oleh manusia sukses berabad-abad lampau sampai saat ini sesuai dengan bidangnya masing-masing.

Maka ...untuk meraih kesuksesan yang maksimal, kita tidak memerlukan teori-teori kosong yang rumit. Cukup tahu akan nilai yang akan dicapai dan take action! Ambil tindakan!

Rabu, 12 Desember 2007

SLTP Alternatif Qaryah Thayyibah

Latar belakang berdirinya SLTP Alternatif

Dalam sebuah pertemuan yang menggagas pendidikan, oleh warga Desa Qaryah Thayyibah dibawah pohon besar nan rindang, Kepala Desa tiba-tiba keluar dari lingkaran warga menuju tempat yang terbuka, menggali tanah dan menanamkan sebuah bibit pohon kelapa "Kita penduduk Desa Qaryah Thayyibah akan melakukan banyak hal sebelum pohon kelapa ini berbuah" ucapnya ketika kembali.

Bertahun-tahun kemudian seorang pemuda berkata padaku (dulu aku peserta sekarang menjadi Kepala Desa) "Ada sebuah pertemuan tentang pembibitan benih lokal di Universitas Qaryah Thayyibah di dekat pohon kelapa yang mulai berbuah"

Kondisi Pendidikan Kita

Masyarakat Desa Qaryah Thayyibah yang progresif dan visioner melihat usaha memperoleh pengetahuan itu menuntut dirinya untuk berperan sebagai subjek, pencipta, pencipta kembali dan penemu ulang, rasa keingintahuan yang ada atau menciptakan pengetahuan yang baru. Keingintahuan bukan sekedar mentransfer sesuatu yang sudah ada secara biro-kratis, guru sekedar menjual dan mendis-tribusikan pengetahuan yang ada secara paket, sementara siswa membeli dan mengkonsumsi-kannya.

Dalam proses pemintaran ini, mengambil peran sebagai subjek bukan sesuatu yang mudah dalam kondisi sistem pendidikan kita yang sangat birokratis, sentralistik. Semisal guru, dapat digambarkan sebagai struktur kekuasaan dimana Kepala Sekolah tunduk pada pemerintah, pemilik modal (penerbit), kepala dinas di kecamatan tunduk pada atasannya sampai kepada m endiknas, mendiknas tunduk pada kepentingan politik dan seterusnya. Walhasil seorang guru dalam proses pemintaran harus tunduk pada Juklak- Juknis (Petunjuk Pelaksanaan-Petunjuk Tehnis), mengejar target, sekedar karir. Walhasil guru hanya sekedar opera-tor dari "atas" karena materi pengajaran telah diatur secara rinci, kurikulum dan buku-buku telah dipaket sehingga kemerdekaan guru untuk mengungkap kebenaran dan pendapatnya dipasung. Kesalahan ini tidak begitu saja ditimpakan pada guru, namun pertanyaan lebih jauh adalah ada apa dengan sistem pendidikan kita? Bagaimana membongkar sistem yang membelenggu? Apakah Konstitusi kita sudah dilaksanakan pemerintah untuk membiayai sekolahan sehingga anak petani desa dapat pintar menjadi insinyur pertanian?

Kejahatan dalam pendidikan kita bisa dilihat dari hal-hal yang dianggap kecil namun sesungguhnya berimplikasi besar bagi kesejahteraan warga negara khusunya warga miskin dan desa terpencil:

Akses pendidikan bagi warga desa terpencil tidak terpenuhi, menjadi kejahatan terbesar pelanggaran konstitusi ketika seorang anak kecil SMP berangkat sekolah jam 04.00 pagi karena jarak yang jauh.

Komersialisasi lembaga pendidikan, yang berdampak pada biaya pendidikan tinggi, sehingga warga miskin tidak menjangkau (uang gedung, laboratorium, seragam, biaya lain-lain yang terkadang tidak realistis).

Buku paket yang seharusnya gratis diper-jualbelikan bahkan justru dari kasus yang ada terdapat kolusi antara pengelola pendidikan dengan penerbit.

Guru dibelenggu daya kreatifitasnya akibat dari penyeragaman kurikulum dan instruksi diatasnya, akibatnya hak-hak murid hilang.

Pemerintah (departemen pendidikan dan guru negeri) hanya berorientasi mengejar karir sehingga pekerjaan mulia ini hanya sebatas melaksanakan tugas harian semata (rutunitas) sehingga keberpihakan pada out put murid menjadi lemah.

Rekruetmen tenaga pendidik masih berbau KKN, sehingga kualitas dan moralitas guru memperlemah kualitas kelulusananak didik.

Menjawab itu semua tentu saja tidak sekedar niat baik pemerintah atau lembaga-lembaga pendidikan, biarkan saja mereka menggagas sendiri, toh hingga sekarang implementasi gagasan yang dirancang intelektual yang hebat-hebat akan sulit terealisir, karena tidak memahami masyarakat desa, tetapi kita orang desa harus segera menggagasnya. Dari desa kita guncang model pendidikan yang terbaik untuk anak-anak desa.

Sekolah Berbasis Komunitas

Harapan masyarakat desa qaryah thayyibah yang kondisinya masih perlu peningkatan kesejahteraaan tentunya kedepan harus memiliki cita-cita agar sekolah dapat terjangkau, dekat, murah dan memenuhi kebutuhan lingkungannya. Harapan iu tentunya tidak begitu saja digan-tungkan kepada lembaga-lembaga formal pendidikan, namun harus mulai digagas oleh warga, konsep dasarnya adalah sekolah berbasis komunitas/desa (Community Base Schooling) dimana wargalah yang menentukan baik buruknya anak-anak desa kedepan. Pendidikan dikelola bersama dalam sebuah lembaga pendidikan, dimana antara warga desa, pemerintah desa, orang tua murid, guru, anak didik, secara rutin dan terus-menerus mengevaluasi, merencana-kan dan mengawasi secara bersam-sama. Inilah yang disebut dengan pendidikan alternatif yang digagas warga, dikelola bersama, dibesarkan bersama dengan tujuan meningkatkan mar-tabat warga desa itu sendiri.

Sekolahan alternatif ini mendasar-kan proses pemintaranya pada analisis kehi-dupan nyata, adanya kesatuan mengajar dan belajar, mengajar disertai belajar, guru dan siswa adalah tim dan masyarakat desa menjalin persahabatan dengan lembaga sekolahan ini. Kesatuan inilah yang akan membongkar citra bahwa sekolah itu dingin tak berjiwa, birokratis, penyeragaman, asing bagi kaum miskin di pedesaan, dan mem-bosankan bagi guru dan siswa. Tidak ada dikotomi miskin kaya, guru killer (menakutkan), murid nakal, mata pelajaran momok dan sebagainya. Konsep utamanya adalah kegembiraan untuk semua.

Kondisi Warga Desa Qaryah Thayyibah

Sebagaimana makna harfiahnya Qaryah Thayyibah adalah "desa yang indah", tentunya cita-cita paling mendasar dari sebuah proses menuju desa yang didalamnya tetap menjaga nilai-nilai kearifan lokalnya namun tetap berpandangan global, pendidikan anak-anak desa adalah kunci dari masa depan desa tersebut. Pendidikanlah yang menghantar-kan kemajuan, kesejahteraan dan keindahan desa. Desa yang indah terlukiskan manakala anak-anak desa berpengetahuan, dapat mengelola sumber dayanya sendiri, kelak kemudian hari anak-anak tersebut adalah aset desa yang dapat memimpin desanya dengan pengetahuan yang benar, bermoral, mencintai desa dan lingkungannya.

Namun kondisi ideal ini masih jauh dari harapan, beberapa desa dilingkup Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah masih belum dapat mengakses pendidikan. Jarak tempuh antara rumah dan lembaga sekolahnya jauh, sebagai gambaran Dusun Nglelo (Paguyuban Petani Candi Laras Merbabu), Batur, Kec. Getasan, seorang siswa harus berangkat jam 04.00 pagi dengan jarak + 10 Km, bisa dibayangkan kondisi fisik dan psikhisnya ketika harus menerima pelajaran, jika pun harus ditempuh dengan kendaraan (ojek) orang tua siswa harus mengeluarkan ongkos Rp. 15.000,- pergi pulang, sementara kondisi ekonomi petani desa tidak memungkinkan hanya sekedar ongkos transportasi, belum lagi SPP yang tinggi, uang jajan (tentunya jarak tempuh yang jauh menguras energi siswa), uang buku, ongkos seragam sekian stel, biaya ekstrakulikuler, uang gedung dan sebagainya. Hal serupa juga terjadi di Glinggang (Paguyuban Petani Otek Makmur, Boyolali), Paguyuban Petani Gunung Payung (Temanggung), Cuntel (Paguyuban Petani Jabal Sarif Merbabu, Kab. Semarang), Selo (Paguyuban Petani Merapi dan Setyo Tunggal, Boyolali), Paguyuban Petani Pangeran Samudro Manunggal (Kedungombo, Sragen), Paguyban Petani Candi Laras Merbabu, Kab. Semarang) dan masih banyak lagi orang desa yang terpencil, tinggal di puncak gunung, terabaikan sehingga akses pendidikan anak-anak mereka menjadi ketinggalan.

Kondisi umum tersebut diatas juga terjadi di hampir semua desa, warga kebanyakan adalah petani miskin, dimana untuk urusan sekolah menjadi nomor dua, ada ujar-ujar yang sering kita dengar, sekolah duwur-duwur, metu-metu nganggur, hal ini sebenarnya salah satu bentuk kekecewaan warga terhadap keluaran siswa yang tidak sebanding dengan biaya yang ditimpakan pada orang tua siswa.

Studi kasus di SMP Alternatif Otek Makmur Glinggang, Kemusu, Kab. Boyolali dapat dibuktikan. Sebelum berdiri ditengah tengah warga hanya ada kurang lebih 10 anak tiap tahun meneruskan ke SMP yang jaraknya 7,5 km, namun setelah warga mendirikan SLTP Alternatif tahun 2004 yang mendaftarkan untuk angkatan pertama 45 siswa, fantastis! Gagasan Paguyuban Petani Otek Makmur bisa mengan-tisipasi 800 anak yang terancam drop out (tidak sekolah) hingga tahun 2009.

Pendidikan Alternatif?

Kejengahan (kejengkelan) terhadap sitem pendidikan yang tidak berpihak pada kaum miskin terutama warga desa menjadi inspirasi Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah untuk segera menggagas pendidikan yang dapat menunjang visi gerakannya yaitu "Mewujudkan masyarakat tani yang tangguh yang mampu mengelola dan mengontrol segala sumber daya yang tersedia beserta seluruh potensinya sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan dan kelestarian lingkungan serta kesetaraan laki-laki dan perempuan".

Visi jauh kedepan inilah yang kemudian dirumuskan dalam Lembaga Pemintaran Petani (LPP) Qaryah Thayyibah dalam rangka mewujudkan masyarakat tani yang tangguh. Konsep pendidikan alternatif inilah yang diharapkan kedepan menjadi tumpuan bagi anak-anak petani untuk mempercepat proses terciptanya "Desa yang Indah".

Dikatakan alternatif karena selama ini sistem pendidikan kita masih membelenggu, dingin, birokratis, dan tidak berpihak (terutama kaum miskin dan warga desa). Maka sebagai konsep tanding dari sistem tersebut SPPQT menawarkan prinsip pendidikan alternatif sebagai berikut:

Prinsip utama, pendidikan dilandasi semangat membebaskan, dan semangat perubahan kearah yang lebih baik. Membebaskan berarti keluar dari belenggu legal formalistik yang selama ini menjadikan pendidikan tidak kritis,dan tidak kreatif, sedangkan semangat perubahan lebih diartikan pada kesatuan belajar dan mengajar, siapa yang lebih tahu mengajari yang belum paham, hal ini kemudian akan didapat seorang guru ketika mengajar sebenarnya dia sedang belajar, terkadang belajar apa yang tidak diketahuinya dari murid.

Prinsip kedua, keberpihakan, adalah ideologi pendidikan itu sendiri, dimana akses keluarga miskin berhak atas pendidikan dan memperoleh pengeta-huan.

Prinsip ketiga, metodologi yang dibangun selalu berdasarkan kegembi-raan murid dan guru dalam proses belajar mengajar, kegembiraan ini akan muncul apabila ruang sekat antara guru-murid tidak dibatasi, keduanya adalah tim, berproses secara partisipatif, guru sekedar fasilitator dalam meramu kurikulum.

Prinsip keempat, Mengutamakan prinsip partisipatif antara pengelola sekolah, guru, siswa,wali murid, masyara-kat dan lingkungannya dalam merancang bangun sistem pendidikan yang sesuai kebutuhan, hal ini akan membuang jauh citra sekolah yang dingin dan tidak berjiwa yang selalu dirancang oleh intelektual kota yang tidak membumi (tidak memahami masyarakat).

Prinsip-prinsip inilah yang kemudian diturunkan dalam sebuah konsep pendidikan alternatif, bagaimana guru, pengelola, siswa, sarana penunjang dan lingkungannya saling berinteraksi:

GURU

1. Sebagai syarat utama pendidikan alternatif guru dan pengelola harus memiliki idealisme dan komitmen tinggi untuk selalu berpihak pada kemiskinan dan lingkungan.

2. Guru memahami metodologi pendidikan, punya kerangka berfikir yang terbuka.

3. Menguasai materi yang akan diajarkan, namun tetap menempatkan siswa sebagai tim yang secara bersama-sama berproses dalam belajar

4. Memahami analisis sosial, sehingga kebutuhan siswa dan masyarakat dilingkungan desanya terpenuhi

5. Memposisikan diri mengajar disertai belajar. Sehingga secara terus menerus memperbaiki kekurangan-kekurangan.

SISWA

1. Pemahaman bukan hafalan, mengetahui tidak sama dengan menelan pengetahuan mentah-mentah

2. Kontekstual, sesuai kebutuhan, pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar aktif, dialami sendiri dalam kesehariannya

3. Muncul semangat kebersamaan diantara siswa, bagi yang nakal secara demokratis antar siswa sendiri yang memberikan hukuman, bukan guru. Bagi yang berprestasi secara bersama-sama disepa-kati diberi penghargaan, siapa yang tahu mengajari yang belum tahu, saling mengevaluasi antar siswa.

4. Kecerdasan siswa tidak hanya diukur dari nilai (kecerdasan intelektual), tetapi sejauh mana tingkat emosionalnya dan kecerdasan religinya.

5. Siswa selalu gembira sehingga akan muncul inovasi dan kretifitas karena proses belajar tidak penuh tekanan.

Sarana Penunjang

Sarana penunjang pendidikan alternatif tidaklah mengharapkan gedung yang hebat, pagar tembok tinggi, seragam mewah, namun bagaimana seorang siswa befikir global bertindak lokal. Diantara sarana yang harus ada dan diprioritaskan adalah:

1. IT (Informasi dan Tehnologi), lebih spesifik adalah internet, seorang siswa akan menjelajahi pengetahuan tidak hanya sebatas buku paket, tapi ia akan lebih banyak memahami dan mencari pengetahuannya secara terbuka dan bebas. Internet difamami sebagai perpustakaan

2. Pemanfaatan lingkungan sebagai media belajar, siswa secara langsung bersentuhan dengan pertanian, home industri, konservasi alam, air, warung desa, dsb

3. Tokoh penggerak desa, ini menjadi penting karena ialah yang menjadi fasilitator sekaligus mediator bagi lembaga sekolah, masyarakat, pemerin-tah lokal, dan orang-orang yang terkait dengan sekolah, dapat dibayangkan jika ia dapat mendorong sebuah desa muncul perdes (peaturan desa) tentang pendidikan (sebagian pajak desa diberikan untuk sekolah tersebut)

Institusi Sekolah

Institusi sekolah dikelola dengan prinsip alam dan lingkungan sebagai laboratorium raksasa, arena hidup yang nyata, plural, terus berkembang dan berubah, prinsip inilah yang menjadi pegangan agar lembaga sekolah selalu dinamis dan progresif dalam perjalananya, tidak mandeg tetapi terus menyesuaikan perkembangan masyarakat.

SLTP Alternatif merupakan lembaga pendidikan yang didirikan atas prakarsa masyarakat Kalibening, kemudian didukung beberapa orang luar yang faham realita baik sistem pendidikan formal maupun keresahan lain.

Dilanjutkan dengan diadakannya musyawarah warga untuk membahas gagasan tersebut. Dalam pertemuan itu dibicarakan antara lain :
Adanya keresahan biaya pendidikan yang dirasa berat.
Diberlakukannya sistem antara pendidikan dan pengajaran yang sebagian tidak relevan. Seakan sekedar mengejar target untuk mendapatkan sertifikat akhir jenjang.

Pada bagian lain para orang tua tentu tidak tega jika harus membiarkan anaknya untuk tidak melanjutkan sekolah mereka. Keresahan ini semakin lama semakin menguat karena para orang tua di Kalibening berkeyakinan bahwa membiarkan anaknya tidak melanjutkan sekolah sama halnya memangkas masa depan mereka. Secara keagamaan ini berarti menyia-yiakan amanat Tuhan, dan secara kemanusiaan berarti merampas hak anak untuk pandai dan hidup secara lebih baik.
Maka SLTP alternatif ini dirintis dengan harapan mampu menjawab persoalan sebagaimana tersebut diatas dengan selamat dan bermanfaat bagi seluruh masyarakat Kalibening khususnya dan masyarakat pendidikan pada umumnya.

Belief Tentang IQ Dan Implikasinya

Adi W. Gunawan

Pembaca, anda, saya yakin, pasti pernah melakukan tes IQ. Entah itu saat masih di sekolah, saat mau masuk kerja di perusahaan, atau mungkin saat anda ingin menikah. Lho, apa hubungan menikah dengan tes IQ? Mungkin calon mertua anda, yang memperhatikan faktor bibit, bebet, dan bobot, ingin mendapatkan menantu bibit unggul. Jangan terlalu serius memikirkan pernyataan saya di atas... hanya bercanda.

Kembali saya bertanya pada anda, "Pernahkah anda melakukan tes IQ? Kalau pernah, berapa skor IQ anda?"

Saya pernah melakukan tes IQ. Dulu... waktu saya masih di awal SMA. Berapa skor IQ saya? Ya jelas tinggi dong. Lha, masa saya yang pintarnya seperti ini IQ-nya biasa-biasa. Kan nggak masuk akal dong.

Sabar... sabar...sekali lagi saya hanya bercanda. Nanti anda pikir saya mengidap narsisisme alias orang yang memandang diri sendiri terlalu tinggi. IQ saya biasa-biasa saja. Nggak terlalu tinggi namun juga nggak sampe jongkok lah.

Saat mendengar bahwa anda harus mengerjakan tes IQ, bagaimana perasaan anda? Apa yang ada di pikiran anda? Berapa skor IQ yang anda harapkan dapat anda capai?

Berapapun skor IQ anda bukan itu yang hendak saya bahas dalam artikel ini. Yang ingin saya bahas adalah apa belief atau kepercayaan anda mengenai IQ. Apakah anda percaya bahwa IQ adalah sesuatu yang fixed, tidak berubah. Ataukah anda percaya bahwa IQ bisa berubah, bisa naik, bisa turun?

Ada dua teori mengenai kecerdasan atau IQ. Teori pertama mengatakan bahwa IQ adalah sesuatu yang tetap, permanen, tidak bisa berubah atau diubah apapun kondisinya. Teori ini mengatakan bahwa setiap orang mempunyai IQ dengan "kadar" tertentu. Teori ini dikenal dengan nama "entity theory" of intelligence karena kecerdasan digambarkan sebagai suatu "makhluk" yang tinggal di dalam diri kita dan kita tidak dapat mengubahnya.

Teori kedua mengatakan bahwa kecerdasan bukanlah sesuatu yang fixed. Kecerdasan adalah sesuatu yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran. Teori ini dikenal dengan nama "incremental theory" of intelligence karena kecerdasan digambarkan sebagai sesuatu yang dapat ditingkatkan melalui upaya seseorang.

Pertanyaannya sekarang adalah anda percaya teori yang mana? Yang pertama atau kedua?

Mengapa saya bertanya demikian? Karena setiap belief tentang IQ membawa implikasi yang spesifik.

Oh ya, sebelum saya teruskan, tahukah anda bahwa Alfred Binet merancang tes IQ sebenarnya bukan untuk mengukur tingkat kecerdasan anak, tetapi untuk mengidentifikasi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di sekolah publik di Paris. Anak-anak ini selanjutnya akan ditangani secara khusus agar dapat berkembang lebih baik. Jadi, tes IQ bukan bertujuan untuk memberikan label, seperti yang selama ini terjadi di masyarakat kita.

Nah, sekarang mari kita bahas implikasi dari masing-masing belief teori kecerdasan. Saya akan membahas implikasinya terhadap murid sekolah.

Murid yang percaya bahwa kecerdasan bersifat tetap, entah dari mana ia mengadopsi kepercayaan ini, mungkin dari orangtuanya atau gurunya, maka mereka akan sangat peduli dengan skor IQ. Murid tipe ini berusaha untuk bisa tampak dan tampil cerdas. Mereka benar-benar tidak mau tampak atau dipandang sebagai anak bodoh.

Apa yang membuat murid ini, yang percaya bahwa kecerdasan bersifat tetap, bisa tampak cerdas? Yaitu dengan mencapai sukses yang diraih dengan mudah, tanpa harus susah payah, dan mengalahkan murid lainnya. Murid ini akan mulai meragukan kecerdasannya bila berhadapan dengan murid lain yang lebih cerdas, atau saat mereka mengalami kegagalan, kesulitan, atau tugas yang membutuhkan upaya besar untuk menyelesaikannya. Hal ini berlaku bahkan terhadap murid yang mempunyai kadar percaya diri yang tinggi terhadap kecerdasan mereka.

Teori kecerdasan bersifat tetap mengharuskan murid untuk sukses, agar mereka bisa tampak cerdas, dan ini sekaligus membuktikan bahwa mereka mempunyai kadar kecerdasan yang tinggi. Jika mereka tidak sukses berarti kadar kecerdasan mereka rendah. Tidak ada orang yang ingin terlihat bodoh, kan?

Murid yang percaya dengan teori ini melihat tantangan sebagai ancaman bagi harga diri mereka. Mereka akan menolak atau menarik diri dari suatu tugas yang mungkin akan mengungkapkan kekurangan mereka. Saat berhadapan dengan kondisi yang sulit, mereka akan mengalami yang disebut dengan helpless response atau respon ketidakberdayaan.

Bagaimana dengan belief yang mengatakan bahwa kecerdasan dapat dikembangkan? Apa implikasi bagi murid yang percaya dengan teori ini?

Mereka yang percaya dengan teori ini mengakui adanya perbedaan level pengetahuan dan kecepatan dalam mempelajari dan menguasai sesuatu, pada masing-masing individu. Namun mereka lebih fokus pada ide bahwa setiap orang, dengan upaya dan bimbingan, dapat meningkatkan kapasitas intelektual mereka. Ini mirip dengan Zone of Proximal Development-nya Vygotsky

Murid yang yakin bahwa kecerdasan mereka tidak tetap, dapat ditingkatkan, akan terus berusaha. Mereka akan lebih terbuka menghadapi tantangan. Mereka tidak akan khawatir bila mengalami kegagalan. Mengapa bisa demikian? Karena sebenarnya tidak ada yang gagal. Yang mereka alami adalah bagian dari proses pembelajaran. Ya, sudah lumrah kan kalau belajar pasti membutuhkan waktu untuk menguasai materi pelajaran.

Bahkan murid dengan kepercayaan diri yang rendah terhadap kecerdasan mereka tetap akan bersemangat untuk belajar dan mengerjakan tugas yang mereka tahu cukup sulit. Mereka akan tetap tekun dan konsisten.

Apa yang membuat murid ini, yang percaya bahwa kecerdasan dapat dikembangkan, merasa cerdas?

Mereka merasa cerdas bukan dengan melihat hasil akhir. Mereka merasa cerdas jika sungguh-sungguh berusaha menyelesaikan tugas mereka, mengeluarkan segala daya upaya untuk mengerti dan akhirnya menguasai suatu bidang studi tertentu, mengembangkan keterampilan mereka, dan menggunakan pengetahuan mereka, misalnya dalam membantu kawan mereka belajar. Murid-murid tipe ini mempunyai pola sukses yang disebut dengan respon orientasi pada penguasaan atau mastery-oriented response.

Pembaca, dari cerita di atas dapat disimpulkan bahwa teori kecerdasan, yang diyakini oleh masing-masing siswa, memprediksi dan mengakibatkan perbedaan pencapaian.

Anda pasti merasa penasaran dan ingin tahu saya mempercayai teori yang mana, kan?

Saya pribadi percaya pada teori kedua. Saya percaya bahwa kercerdasan dapat dikembangkan. Saya sendiri telah membuktikannya. Nggak percaya?

Baiklah, saya akan menceritakan sedikit mengenai masa kecil saya. Percayakah anda bila saya ini dulunya waktu di SD kelas 1 pernah nggak naik kelas? Sungguh, saya pernah tinggal kelas waktu di SD. Namun inilah yang membuat perbedaan besar. Lha, orang-orang pada umumnya menyelesaikan SD dalam waktu enam tahun, saya tujuh tahun. 

Kita semua tahu bahwa SD adalah sekolah dasar. Mungkin ini salah satu alasan mengapa saya bisa menjadi seperti sekarang ini. Lha, sekolah dasar saja lebih lama dari orang lain. Berarti dasar saya lebih kuat.

Waktu SMP dan SMA saya biasa-biasa saja. Waktu kuliah S1 saya masuk jurusan teknik elektro. Semester tiga saya hampir OD. Selanjutnya waktu di semester atas saya hampir DO. Apa bedanya OD dan DO. Jelas beda. Kalo OD itu Out Dhewe. Artinya saya yang memutuskan keluar sendiri. Kalo DO itu Drop Out alias di-phk oleh perguruan tinggi tempat saya belajar.

Saya lulus S1 dengan predikat "memprihatinkan". Bagaimana tidak memprihatinkan, orang-orang selesai kuliah tepat waktu, eh saya malah molor. Pake hampir di-DO segala. IP? Jelas di atas 2.0 lha. Tapi nggak tinggi-tinggi amat. Malu ah kalo harus saya ceritakan di artikel ini. Namun apa yang terjadi waktu saya kuliah S2? Ceritanya berbeda. Saya lulus dengan pujian dan mendapat penghargaan khusus dari rektor sebagai wisudawan terbaik dengan IPK tertinggi.
Anda jelas sekarang mengapa saya percaya pada teori yang kedua? Tapi jangan salah mengerti. Saya bisa mencapai hasil seperti ini karena mendapat bimbingan dari dosen-dosen saya. Saya juga dipaksa keluar dari comfort zone dengan berbagai tugas yang saya dapatkan selama kuliah S2.

Sekarang saya lagi kuliah S3 di Malang. Saya harus nyetir pulang pergi Surabaya – Malang setiap minggu tiga kali. Ada kuliah yang dimulai jam 07.00 pagi. Berarti sya harus berangkat dari Surabaya jam 04.30, karena harus melewati Porong yang macet akibat lumpur Lapindo. Tujuan utamanya bukan untuk mendapatkan gelar doktor tapi lebih untuk mengembangkan kapasitas intelektual saya, sesuai dengan teori kecerdasan yang saya yakini.

So, pembaca, hati-hati dengan belief anda tentang IQ. Mungkin anda tidak sadar bahwa belief anda ini telah tertransfer ke anak anda. Akibatnya? Risiko tanggung sendiri, lho.

Sabtu, 27 Oktober 2007

Putra Pontianak Membawa Nama Bangsa

Bryan Jevoncia: Juara Lukis PBB
Generasi muda Indonesia yang luar biasa kembali menunjukkan prestasi. Kali ini, giliran seorang bocah berusia tujuh tahun yang berhasil mengharumkan nama negeri. Bocah bernama Bryan Jevoncia tersebut berhasil menjadi juara pertama lomba lukis perangko yang diadakan oleh badan dunia PBB.

Bryan yang mengangkat tema "We can end poverty" atau kita dapat mengakhiri kemiskinan itu menjadi juara pertama International Children Art Competition kelompok umur 6-15 tahun. Lukisan itu sendiri memperlihatkan seorang ibu yang sedang menjahit dengan dibantu oleh seluruh anak-anaknya. Inspirasi itu diperoleh Bryan karena memang ibunya dulu adalah seorang penjahit baju, sebelum kini sukses dengan usaha gorden.

Hebatnya, dalam lomba yang diselenggarakan PBB itu, bocah kelahiran Pontianak dari pasangan Rosina dan Bong Yaw Song itu berhasil mengalahkan 12 ribu karya lebih dari 124 negara peserta. Atas prestasinya ini, lukisan Bryan selain akan dipajang di markas PBB di New York, juga akan dijadikan perangko PBB yang disebar ke seluruh dunia. Ia pun nantinya akan mendapat royalti dari setiap perangko yang dicetak. Bryan juga menerima langsung penghargaan tersebut di PBB pada acara International Day for the Eradication of Poverty 17 Oktober 2007 silam.

Jika ditilik dari usianya, Bryan tak beda dengan anak seusianya. Ia memulai hobi melukis layaknya anak lain, yakni dengan mencorat coret dinding rumah. Hal itu dilakukannya sejak usia dua tahun. Hanya saja, menurut orang tuanya, Bryan sangat unik. Jika lukisannya belum tuntas, ia bisa bangun sendirian di tengah malam, menggambar apa saja di dinding kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga maupun kamar mandi.

Karena itu, demi menyalurkan bakat corat coretnya, sang ayah kemudian mendaftarkan siswa kelas 2 SD Katolik Suster Pontianak ini ke Sanggar Khatulistiwa Children Fun Art. Sanggar itu sebenarnya adalah sebuah kelompok diskusi, di mana anak-anak belajar dalam suasana kekeluargaan yang menyenangkan. Dengan suasana seperti itulah bakat anak kelahiran 12 Desember 2000 ini makin terasah. Ia juga rajin mengikuti berbagai perlombaan lukis. Saat ini, sudah lebih dari 50 penghargaan diraihnya. Dan, yang paling prestisius tentu adalah penghargaan dari PBB yang baru diterimanya.

Sekali lagi, kita patut berbangga, salah satu anak negeri ini kembali berhasil mengukir prestasi tingkat dunia. Kita harapkan, dengan apa yang diraih Bryan, akan mendorong munculnya bibit-bibit unggul lain di berbagai bidang lainnya di negeri tercinta kita ini. Semoga.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Untuk Mendapatkan Artikel-artikel Lain Yang Menarik, Silahkan Kunjungi Web Site Portal Motivasi Pertama di Indonesia www.andriewongso.com
Terima Kasih

Salam Sukses Luar Biasa!!
www.andriewongso.com

Jumat, 26 Oktober 2007

Sistem Pembelajaran Berbasis TI Indonesia Merambah ke Beberapa Negara

Jakarta-RoL--  Sistem pembelajaran berbasis TI (teknologi informasi) Pesona Matematika dan Pesona Fisika yang diterapkan di SMP Negeri di Provinsi DKI Jakarta dan beberapa provinsi lain semakin merambah ke beberapa negara.

"Media pembelajaran ini sudah sejak 2000 dipakai di SMP-SMP Jakarta, sekarang 'software' buatan putra-putri Indonesia itu mulai dilirik sekolah di Brunei dan Filipina," kata Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Sylviana Murni saat berkunjung ke SMP Negeri 49 Kramat Jati di Jakarta, Jumat.

Dalam kesempatan tersebut pemilik sekolah dari Brunei Musa Adnin dan dari Filipina Jess Ravalo mendatangi SMP tersebut untuk melihat langsung siswa-siswa Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) di SMPN 49 memanfaatkan sistem pembelajaran berbasis TI itu.

Dengan sistem pembelajaran pesona matematika dan fisika berbasis TI itu, ujarnya, siswa tidak lagi merasa takut terhadap pelajaran-pelajaran sulit seperti matematika dan fisika dan justru menjadi terkesan dan tertarik. Nilai ujian nasional siswa terus meningkat dari 99,58 pada 2005 ke 99,84 pada 2006 dan pada 2007 naik lagi jadi 99,99, sedangkan untuk pelajaran matematika dan fisika, siswa yang mendapat nilai 10 makin banyak, ujarnya.

"Yang saya banggakan dari sistem ini, software buatan anak bangsa ini semakin merambah ke berbagai negara, termasuk sudah diminati di Eropa dan Amerika Serikat. Ini berarti software ini memang handal," katanya. Dinas Pendidikan Dasar, ujarnya, sudah menerapkan sistem berbasis TI tersebut untuk 164 SMP Negeri di Jakarta, sedangkan untuk SD Negeri sedang dalam proses pengenalan, untuk tahap awal matematika dan IPA untuk 15 SD. 

"Sistem pembelajaran dengan TI untuk membuat senang siswa terhadap pelajaran sulit itu memang kami lelang dengan biaya APBD, kebetulan Pesona yang memenangkan," katanya. Sementara itu, menurut Direktur Marketing Pesona Edukasi, Hary Sudiono, dari sekitar 1.500 sekolah yang telah memanfaatkan software tersebut, sebagian di antaranya adalah SMP di provinsi seperti Jawa Barat, Banten dan Yogyakarta. 

Disebutkannya, pihaknya hanya menjual software tersebut Rp12 juta per sekolah atau hanya Rp1.500 per bulan per siswa plus paket pelatihan guru, "updating" dan pelayanan purna jualnya. "Tetapi kalau dijual ke luar negeri sistem ini menggunakan lisensi dengan harga 250 dollar AS per tahun," katanya.  Sementara itu, Jess Ravalo dari Filipina menyatakan berminat pada piranti lunak tersebut dan akan mencoba menerapkannya di sekolah yang dimilikinya.

"Sistem ini juga membuat interaksi antara murid dan guru sangat aktif. Ini akan sangat membantu pemahaman siswa, bukan hapalan yang biasa kita lihat kalau hanya menggunakan buku pelajaran," kata Musa Adnin dari Brunei.
Software untuk sistem pembelajaran berbasis TI ini juga pernah mendapatkan penghargaan Asia Pasific ICT (Information and Communication Technology) Awards di Macao, katanya.

Rabu, 03 Oktober 2007

JuaRa KamPung..

Riduan Goh ~ Wealth is Mine

Kura-Kura dalam Perahu (Pura-pura tidak tahu/ bodoh)

Derit rantai sepeda mini usang seorang anak tanggung loper koran seolah memecah keheningan subuh, sorot matanya bening berkilat menatap pagi penuh energi dan harapan baru. Dengan enerjik, tangan kiri memegang setang sepeda, sementara tangan kanannya melempar koran ke halaman setiap rumah. Pekerjaan ini dilakukan rutin setiap pagi dan sore, riang tanpa rasa canggung atau malu, seolah memang olah raga rutin pagi sore yang menyehatkan tubuh.

Dia adalah anak kampung yang lain dari kebanyakan anak yang masih molor sambil mendengkur di dalam hangatnya sarung menyambut datangnya subuh. Walau tubuhnya ceking, namun tampak sangat bugar. Segudang prestasi dan penghargaannya sekolah maupun di lingkungan, mulai dari akademis hingga spiritual juga disapu habis oleh anak kampung ini.

Kesemuanya biaya pendidikan anak ini merupakan hasil keringat sendiri menjadi loper koran pagi dan sore, selain itu masih tersisih sebagian besar jumlah penghasilannya untuk membantu biaya hidup adik dan ibunya yang sudah ditinggal sang ayah. SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggipun dilaluinya mulus dengan beasiswa, hingga suatu saat datanglah kesempatan emas untuk bekerja dan dididik khusus oleh negara untuk menjadi calon pejabat tinggi.

Kesempatan kali ini tidak datang dengan mudah, karena syaratnya selain sarjana lulusan terbaik, juga wajib melalui proses seleksi ketat berikut masa karantinanya. Mata sang loper koran ini mulai terbuka ketika dia terseleksi masuk menjadi nominasi sarjana teladan ini. Di atas langit masih ada langit, ternyata yang menyandang predikat terbaik di seluruh negri ada ratusan sarjana. Mulai dari ujung barat hingga ujung timur negrinya, mulai anak orang kaya hingga miskin, sangatlah beragam.

Test pertama adalah Seleksi Nilai, dari ratusan sarjana teladan terjaring hanya sekitar 50 orang sarjana yang qualified. Si Loper koran dengan mulus menjadi salah satu diantara 50 sarjana terbaik.

Test kedua adalah Seleksi Pengetahuan Umum dan Sosial. Seleksi ini dilakukan dengan membagi 50 sarjana ini menjadi 5 kelompok. Dalam setiap kelompok akan dikompetisikan kemampuannya dalam forum pengetahunan umum dan sosial. Setiap kelompok hanya akan terpilih 1 orang saja yang akan keluar sebagai sarjana terbaik.

Proses menjalani persiapan, pelaksanaan hingga seleksi test ini tentunya menyita perjuangan tenaga dan waktu. Harap-harap cemas menunggu siapakah yang akan keluar sebagai 5 orang sarjana terbaik yang tentunya menjadi impian dan kebanggaan setiap orang di negrinya. Keseluruhan proses memakan waktu satu bulan, sekali lagi sang loper koran kembail terjaring sebagai 5 sarjana calon pegawai terbaik. Sungguh suatu kebanggaan baginya dan sang ibu, bahwa hanya seorang anak kampung yang miskin, loper koran pagi sore mampu lulus terpilih sebagai salah satu dari lima sarjana terbaik di negrinya.

Tahap ketiga, proses terakhir untuk menentukan siapa sarjana terladan terbaik yang akan berhak mendapatkan pelatihan khusus dari negara dan akan posisi karir strategis sebagai pejabat tinggi pemerintahan. Test ketiga ini sungguh tidak sederhana, kelima sarjana terpilih harus dikarantinakan selama satu bulan. Mereka akan mendapatkan kasus kondisi riil yang memang sedang terjadi di masyarakat untuk dievaluasi. Pada Senin pertama bulan berikutnya, kelima sarjana dihadapkan satu sama lain dalam satu forum terbuka di alun-alun pusat kota. Mereka harus memaparkan dan mempertahankan hasil evaluasinya, serta mengemukakan usulan penyelesaian kasus yang sedang dihadapi masyarakat saat ini.

Satu bulan tentunya bukanlah suatu yang singkat, namun bukan juga waktu yang cukup untuk mengevaluasi kasus riil yang sedang terjadi hingga memberikan dan mempertahan pandangan hingga usulan penyelesainya. Apalagi mereka semua hanya berbekal ilmu yang mereka timba dari sekolah tanpa pernah praktek secara nyata sebelumnya.

Diantara kelima calon ini terdapat seorang sarjana kaya, dia pintar dan sangat berambisi. Didukung oleh orang tuanya yang punya koneksi kusus di jajaran pejabat penentu hasil seleksi ini.

Si kaya mempunyai seorang sangat pintar sebagai penasehatnya. Satu per satu profil dan latar belakang keempat calon lainnya sudah berada ditangannya dalam sekejap. Perlahan dan halus dua orang calon telah dapat disingkirkannya dengan mudah, keduanya setuju untuk mengalah dalam forum terbuka nanti dengan imbalan sejumlah uang.

Selanjutnya tinggal Si Loper koran dan seorang Si Kutubuku yang harus disiasati. Si kaya memerintahkan penasehatnya untuk menyelidiki Si Loper dan Si Kutubuku untuk mencari tahu apa dan bagaimana mereka dalam kesehariannya.

Si penasehat mengunjungi Kutubuku, Kutubuku bicaranya sedikit, lurus tanpa tergoyahkan akan uang, karena memang latar belakang keluarganya berada. Setiap waktu terlihat selalu tangannya memengang buku, memang benar-benar seorang sarjana Kutubuku. Tampaknya merupakan musuh yang sangat tangguh.

Lain Kutubuku lain pula Si Loper yang tampak sangat bertolak belakang. Si Loper penampilannya ketinggalan jaman, tampak sangat sebagai anak kampung, kurang pergaulan dan pengetahuannya juga biasa-biasa saja, bicaranya malu-malu dan kurang tegas, terkadang beberapa kata asingpun tidak nyambung dan tidak dapat dilafalkan dengan benar. Kamar karantinanyapun hanya terdapat melompong, hanya beberapa buku, sebuah buku catatan yang sudah lusuh dan pena plastik tergeletak di atas meja. Disimpulkan Loper bukanlah musuh yang tangguh, juga sangat dimungkinkan lolos seleksi test kedua karena kebetulan saja.

Si kaya tertawa lebar setelah mendapat laporan dari penasehatnya, "Ini tidak serumit yang aku kira, ternyata yang harus aku hadapi hanya Si Kutubuku saja dan satu lagi hanya sekedar juara kampung bodoh yang kebetulan lolos seleksi. Aku pasti terpilih menjadi pemenang Sarjana Teladan ini." Serunya yakin.

Segera Si Kaya menghubungi koneksi ayahnya yang berpengaruh dalam forum kompetisi, dia menjanjikan sejumlah uang sebagai imbalan untuk menjegal Si Kutubuku dalam forum. Sementara Si Loper baginya tidaklah membahayakan, sudah pasti akan tumbang di tengah jalan karena dimata Si Kaya hanyalah seorang juara kampung kecil bukan tandingan seimbangnya.

Matahari mulai menyembul diantara pepohonan rindang alun-alun tengah kota. Senin minggu pertama telah tiba, deretan kursi undangan telah tertata rapi. Masa mulai dari pelajar, ibu-ibu, bapak-bapak hingga para pedagang kaki lima terlihat mulai menyemut memadati lingkar alun-alun. Mereka semua ingin tahu siapa anak bangsa yang beruntung untuk dididik menjadi pejabat tinggi negara itu.

Para undanganpun mulai berdatangan memenuhi tempat duduk yang disediakan, acara akan dimulai pukul 7.30 pagi. 5 menit sebelum dimulai para undangan dipersilahkan berdiri menyambut Mentri Pendidikan sebagai V VIP yang mewakili pihak pemerintah. Sekilas setelah sambutan Pak Mentri, forum pun dimulai. Masing-masing 5 peserta hanya berkesempatan 20 menit menyampaikan paparan mereka, selanjutnya serbuan pertanyaan oleh para juri penilai atas paparan mereka.

Penilaian juri dilakukan dalam dua tahap, 1. Tahap Penyisihan dan 2.Tahap Final. Penilaian juri dilakukan langsung di atas papan score. Di Tahap Penyisihan, kedua perserta yang sudah terkena uang semir memang banyak tidak bisa menjawab atas pertanyaan yang diajukan. Seperti prediksi Si Kaya, keduanya tersisihkan dengan mudah.

Masuk ke Tahap Final hanya tinggal Si Kaya, Si Kutubuku dan Si Loper. Kutubuku menjadi sasaran utama juri penilai untuk disisihkan dalam tahap ini. Skenario berjalan lancar, bombardi pertanyaan sang juri bayak yang tak terjawab Kutubuku dan nilainyapun mulai tertinggal oleh Si Kaya dan Si Loper.
Kini tinggal dua calon yang dijagokan menduduki posisi Sarjana Teladan. Mereka tampak sangat kontras Si Kaya yang tampak sangat pandai dan rapi, Si Loper yang tampak ndeso dan kurang pandai. 5 pertanyaan terakhir dilontarkan, anehnya bukannya membuat nilai berpihak kepada Si Kaya, namun justru membuat posisi perolehan angka mereka seimbang antara Si Kaya dan Loper. Wow, Si Loper yang tampak ndeso dan kurang pergaulan itu mulai unjuk gigi atas kebolehannya.

"Loper, Loper, Loper ....."Teriak penonton yang mulai tegang dan bersimpati atas gigihnya dan kebolehan si Loper dalam meladeni pertanyaan juri penilai.

Sungguh seru dan tegang kondisi saat itu, waktu terpaksa diperpanjang untuk pertanyaan tambahan. Kondisi semakin tegang ketika dua pertanyaan pamungkas telah dilontarkan dan tetap tidak merubah keadaan perolehan nilai yang sama Kaya dan Loper. Sungguh tidak dinyana, kalau anak kampung itu mempunyai kemampuan seimbang dengan si Kaya yang serba ada.

Sambil mengangkat tangannya, tiba-tiba Pak Mentri berdiri meminta waktu untuk bicara. "Saya ingin satu pertanyaan terakhir yang bersifat umum datangnya dari penonton yang hadir di sini," seraya menunjuk seorang ibu pedagang jamu tua yang sedang mengendong cucunya.

"Ibu, bisakah membantu kami dengan menyumbangkan satu pertanyaan saja." Pinta Pak Mentri.
Sambil mengeryitkan dahi ibu tua itu bertanya, " Nak, jadi pejabat tinggi itu pemerintah apa sih? Saya dari tadi kok tidak mudeng (ngerti)." Tanya ibu tua itu dengan polosnya.

Si Kaya dengan yakin dan pongahnya bergaya layaknya para pejabat yang lagi kampanye,
"Bundaku, itu artinya saya akan menjadi salah satu faktor penting untuk penentu arah kehidupan bangsa kita. Saya akan memberikan banyak kemudahan bagi rakyat kecil, contohnya sekolah gratis, makanan murah serta pengobatan gratis." "Saya tidak sekedar janji, saya akan membuat membuat rakyat hidup makmur."

Wow, mendengar jawaban ini seraya gemuruh tepuk tangan bergema mendengarkan janji surga seorang yang baru berangan-angan menjadi pejabat tinggi.

Kini giliran si Loper menjawab, dengan wajah yang sedikit merunduk dan dada terbusung seolah ada dentuman bedug di dalam dadanya, maka perlahan dan pasti berkatalah dia

"Ibu, Pejabat itu berarti tanggung jawab, maka Pejabat Tinggi berarti tanggung jawab yang sangat tinggi dan besar yang dipercayakan masyarakat di pundaknya. Seseorang yang menerimanya harus mengemban misi masyarakat dan berusaha dengan sepenuh hati tanpa pamrih berjuang untuk mewujudkannya. Seseorang yang menerimanya sudah menjadi wakil dan milik orang banyak dan bukan menjadi dirinya lagi sebagai seorang pribadi."
Jawaban ini membuat bukan menghasil tepuk tangan yang riuh, melainkan suasana senyap dan hening. Para pejabat dan pegawai pemerintah yang hadir merasa bagai disambar geledek, ini bagai tamparan keras seorang Loper koran bagi mereka yang hanya mencari popularitas untuk keuntungan pribadi semata.

Hening sekejap itu berubah menjadi tepuk tangan panjang sambil berdiri dari semua orang yang menyaksikan jawaban telak dan sangat dramatis oleh si Loper koran ini. Para juripun tak kuasa untuk duduk dan bersikap angker, merekapun ikut berdiri dan bertepuk tangan. Piagam dan Piala kemenangan menjadi Sarjana Teladan dan kesempatan berkarir sebagai pejabat tinggipun diserahkan dengan bangga kepada si Loper koran. Pilihan yang sungguh tepat.

Pembaca yang budiman,
Loper koran sungguh merupakan anak yang luar biasa, semangat hidup dan pengertian kehidupan akan hidup dan kehidupan yang mendasar menyertai kekayaan ilmunya.
Tempaan keras kehidupan yang dihadapi dengan tegar dan syukur telah menumbuhkan sikap rendah hati dan sederhana, walaupun penghargaan demi penghargaan diraihnya dengan gemilang. Sikap ini juga yang membuat Si Kaya lalai, bahwa justru Loper yang tampak lemah, bodoh dan kurang pergaulan inilah yang menjadi musuh beratnya.

Pesan moral strategi ini,
The law of attraction, itu istilah yang lagi ngetop saat ini. Sikap dan kondisi yang tampak biasa-biasa saja juga akan memberikan respon sekeliling kita menjadi bersahabat. Hal ini tidak akan mengundang feedback kecurigaan ataupun hal yang buruk.

Sementara kekayaan internal berupa mental, ahlak dan ilmu pengetahuan dibarengi dengan sikap rendah hati, sederhana dan tulus, justru akan membuat alam dan lingkungan mendorong kita menjadi sosok yang luarbiasa dengan otomatis, baik kita inginkan ataupun tidak.

Kisah asli terjadi pada saat Wei pangeran muda dinobatkan menjadi raja (239 AD) mengantikan ayahnya yang sakit parah. Cao Shuang sang Jendral langsung mengambil alih kendali dan mengeser mentri Sima Yi yang loyalis.

Sima Yi dengan cepat membaca situasi dan menarik diri dari kegiatan dan mengabarkan dirinya sakit keras. Bahkan saat Li Sheng gubernur Jinzhou yang diangkat Cao Shuang menjenguknya, Sima Yi terlihat tua, letih, lemah dan pikun.

Kabar Li Sheng membuat Cao Shuang lalai. Sima Yi tetap presisten dan sabar menyusun kekuatan hingga strategi untuk memulihkan kekuasaan sang raja yang akhirnya terwujud pada 249 AD. Chao Shuang serta kaki tangannya menjalani hukuman berat.

Kamis, 06 September 2007

Sebatang Bambu

Oleh : Jansen H. Sinamo

Seni harus mampu membebaskan diri dari belenggu kemapanan, dan kreativitas harus mampu memberi nilai tambah bagi kehidupan ini.

Pagi itu si petani tua menjumpai serumpun bambu di halaman rumahnya. Hari terus melaju, dan bambu-bambu itu pun semakin bertambah tinggi dan kuat. Petani tua itu berdiri di depan sebatang bambu yang tertinggi dan berkata, “Sobat, aku membutuhkanmu.”

Bambu itu pun menjawab, “Tuan, pakailah aku seperti yang engkau inginkan, aku siap membantu.” Lalu petani itu mulai berbicara serius, “Agar aku bisa memakaimu, engkau harus dibelah menjadi dua.”

Serumpun bambu bergoyang kencang. Mereka terkejut mendengar pernyataan si petani. Sebatang bambu itu pun gemetar, “Membelahku? Mengapa? Tidakkah tuan melihat bahwa aku ini bambu tertinggi dan terbaik di antara teman-temanku? Tuan, jangan belah aku. Pakailah aku seperti yang tuan kehendaki, tapi, please, jangan belah aku....”

Si petani mencoba memberi penjelasan kepada bambu itu, “Begini, jika aku tidak membelahmu, aku tidak bisa memakaimu.” Seluruh flora di kebun belakang rumah jadi heboh. Angin juga ikut menahan napasnya. Bambu yang tinggi semampai, anggun nan menawan itu pun berkata lirih, “Tuan, jika memang itu adalah satu-satunya jalan untuk memanfaatkan aku, maka lakukanlah! Aku menurut....”

“Tapi, itu hanya awalnya saja, “ petani tua itu ingin menjelaskan rencananya lebih lanjut, “Aku juga harus memotong semua cabang dan daunmu.”

“Ya Tuhan, jangan biarkan ini menimpaku!” jerit si bambu, “Tuan, apa yang akan tuan lakukan benar-benar akan merusak penampilanku. Tuan, kalau bisa, janganlah pangkas cabang dan daunku.”

“Jika aku tidak memangkas semua cabang dan membersihkan daunmu, bagaimana aku bisa memakaimu?” si petani mulai mendesak si bambu.

Matahari ikut prihatin dan menyembunyikan wajahnya. Sekawanan kupu-kupu terbang mengitari bambu itu dengan gelisah. Serumpun bambu di kebun benar-benar terpukul, dan akhirnya sebatang bambu itu menjawab, “Tuan, pangkaslah aku.”

“Sobat, aku juga harus menyakitimu lagi. Aku harus mengambil hati dan bagian dalammu. Aku harus mengeluarkan isi tubuhmu. Jika ini tidak aku lakukan, aku tidak akan bisa memakaimu.” Tak ada jawaban lagi dari sebatang bambu itu kecuali memberi isyarat patuh dan setuju saja.

Disaksikan serumpun bambu di kebun, si petani menebang bambu itu, membelahnya menjadi dua, memangkas semua cabang dan daun, serta mengosongkan ruas-ruas dalam tubuh bambu itu. Lalu, si petani membawa belahan bambu ke sebidang tanah yang kering, dan menghubungkannya dengan sumber air.

Air pun mengalir melalui bambu, membasahi dan membuat subur tanah yang kering. Akhirnya bambu menjadi paham akan hakikat hidupnya. Bambu memang harus dipotong, dibelah, dan dipangkas agar menjadi berkat bagi kehidupan. Demikian pula, seni harus mampu membebaskan diri dari belenggu kemapanan, dan kreativitas harus mampu memberi nilai tambah bagi kehidupan ini.

Selasa, 04 September 2007

Peran Orangtua Menunjang Keberhasilan Hidup Anak

Didiklah anak-anakmu untuk masa yang bukan masamu
– Ali Bin Abi Thalib r.a.

Semua orangtua berharap anak mereka kelak akan menjadi pribadi yang sukses dalam hidup. Orangtua berlomba-lomba untuk menyekolahkan anak mereka di lembaga pendidikan terbaik. Namun apakah benar bahwa pendidikan formal adalah jaminan keberhasilan hidup anak? Jawabannya TIDAK!

Untuk bisa membantu anak berhasil dalam hidupnya kelak, orangtua perlu mencermati hal-hal mendasar yang dibutuhkan anak sebagai pondasi keberhasilan hidup. Hal mendasar yang harus benar-benar diperhatikan antara lain adalah konsep diri, sikap, kepribadian, karakter, nilai hidup, kepercayaan, kejujuran, kepemimpinan, kemampuan komunikasi, kedisiplinan, dan motivasi yang tinggi.

Secara ringkas, orangtua perlu memperhatikan hal-hal berikut:
* Membantu anak mengenali dirinya (kekuatan dan kelemahannya)
* Membantu anak mengembangkan potensi sesuai bakat dan minatnya
* Membantu meletakkan pondasi yang kokoh untuk keberhasilan hidup anak
* Membantu anak merancang hidup

Peletakan pondasi sukses diawali sejak anak lahir dan berlanjut hingga tiga tahun pertama. Selanjutnya, dengan bekal yang didapat selama tiga tahun pertama dalam hidupnya, anak mengembangkan dirinya untuk tiga tahun kedua. Enam tahun pertama merupakan masa yang sangat kritis dalam hidup anak. Apa yang didapat selama masa ini merupakan dasar untuk anak dalam mengkonstruksi dirinya pada enam tahun kedua dan ketiga.

Proses pendidikan yang dilalui anak pada masa sekarang ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi pendidikan dapat membantu seorang anak untuk mengembangkan kapasitas intelektualnya. Di sisi lain pendidikan, karena proses yang salah, sering kali justru menjadi penghambat hidup anak kelak. Mengapa bisa begini?

Masa kritis anak, dalam proses pendidikan formal, adalah selama lima tahun pertama mereka di SD. Masa ini merupakan masa yang sangat menentukan karena sering kali konsep diri anak dan rasa diri mampu dan berharga justru rusak akibat proses pembelajaran yang tidak manusiawi yang hanya menempatkan anak sebagai obyek pendidikan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan di luar negeri terhadap murid SD kelas 1 sampai 6, didapatkan fakta bahwa pembentukan konsep diri yang terjadi saat anak di SD sangat dipengaruhi oleh prestasi akademiknya. Prestasi akademik seorang anak menentukan konsep diri anak. Selanjutnya konsep diri akan mempengaruhi prestasi akademik. Pada tahap selanjutnya konsep diri dan prestasi akademik akan saling mempengaruhi, baik secara positif maupun negatif.

Semua anak pada dasarnya terlahir dengan potensi menjadi jenius. Masing-masing anak mempunyai keunggulan di aspek kecerdasan yang berbeda. Hal ini sejalan dengan teori Multiple Intelligence. Sayangnya, sistem pendidikan kita hanya mengakomodasi dan menghargai salah dua dari delapan kecerdasan yang ada, yaitu hanya menghargai kecerdasan logika/matematika dan bahasa (linguistik).

Setiap anak mempunyai kepribadian dan keunikan tersendiri. Salah satu keunikan mereka adalah gaya belajar. Ada tiga gaya belajar yang dominan yaitu gaya belajar visual (berdasar penglihatan), gaya belajar auditori (berdasar pendengaran), dan gaya belajar kinestetik (berdasar sentuhan/gerakan). Setiap gaya belajar ini mempunyai cara belajar yang berbeda. Prestasi akademik anak yang rendah sering kali disebabkan karena guru tidak mengerti cara mengajar yang benar, yang sesuai dengan kepribadian dan gaya belajar murid.

Sekolah pada umumnya hanya menggunakan gaya belajar visual dalam proses pembelajarannya. Hal ini sangat merugikan anak dengan gaya belajar dominan auditori dan kinestetik. Anak kinestetik, karena sering bergerak dalam belajar, akan dianggap sebagai anak nakal atau hiperaktif. Label ini akan menjadi “cap” yang bersifat negatif dan akan terus terbawa hingga anak dewasa.

Sekolah selama ini tidak pernah mengajarkan anak cara belajar yang benar melalui kurikulum “belajar cara belajar”. Sekolah hanya memberikan bahan ajar tanpa pernah mengajarkan strategi belajar yang sesuai untuk setiap gaya belajar.

Jangankan bicara kurikulum “belajar cara belajar”, kurikulum yang ada saat ini saja masih sangat amburadul. Minggu lalu saya membaca di koran bahwa KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi), yang oleh sebagian besar orangtua dan guru diplesetkan menjadi Kurikulum Bingung Kabeh ( kabeh dalam bahasa Jawa artinya “semua” ), ternyata tidak jadi diberlakukan setelah diujicobakan selama beberapa tahun. Ck… ck… ck… hebat nggak? Mau dibawa ke mana pendidikan anak kita? Ternyata anak kita hanya menjadi kelinci percobaan Diknas. Yang lebih gila lagi, maaf kalau saya menggunakan kata yang kurang santun, yang menjadi kelinci percobaan adalah semua anak didik di Indonesia. Anak-anak kita yang nantinya menjadi generasi penerus yang menentukan keberhasilan dan kemajuan bangsa Indonesia. KBK sudah saatnya diganti menjadi KAK. Apa itu? Kurikulum Ajur Kabeh atau Kurikulum Hancur Semua.

Hal lain yang juga sangat disayangkan adalah sekolah, pada umumnya, tidak tahu bahwa sebenarnya semua bidang studi dapat digolongkan menjadi empat kategori yaitu kategori bahasa, konsep, kombinasi, dan hafalan. Setiap kategori ini menuntut teknik atau strategi belajar yang berbeda.

Murid atau anak yang tidak tahu strategi belajar untuk setiap kategori akan mengalami kesulitan belajar yang berakibat pada pencapaian prestasi akademik yang rendah. Pencapaian prestasi akademik yang rendah akan membuat anak yakin bahwa ia adalah anak yang “bodoh”. Apabila pencapaian prestasi rendah berlangsung berulang kali maka dapat dipastikan anak benar-benar menjadi bodoh, sebenarnya bukan karena anak bodoh namun lebih karena mereka percaya bahwa mereka “bodoh”.

Selain perlu mengajar anak strategi belajar untuk setiap kategori anak juga perlu belajar cara membaca yang benar, cara mencatat yang benar, cara menghitung yang benar, dan cara menghafal yang benar. Ini adalah bagian dari keterampilan belajar yang harus dikuasai anak, yang sayangnya tidak pernah diajarkan di sekolah.

Langkah selanjutnya adalah mengajarkan anak strategi yang tepat untuk mengerjakan soal ujian. Mengapa? Karena setiap tipe soal menuntut cara pengerjaan yang berbeda. Misalnya soal pilihan ganda, menjawab singkat, menjodohkan, esai, dan soal cerita.

Selain perlu mengembangkan kecakapan di aspek akademik, anak juga perlu mengembangkan kecakapan lain yang sesuai dengan bakat dan minat. Untuk mudahnya orangtua dapat membantu anak mengembangkan hobi anak.

Fase kritis selanjutnya adalah saat anak di SMU. Pada masa ini orangtua harus bisa membantu anak dalam merencanakan hidup. Penetapan tujuan hidup, walaupun belum bisa dilakukan secara final pada usia remaja, akan sangat menentukan jurusan yang dipilih saat di kelas 2 SMU.

Pada banyak kasus, sering kali orangtua memaksakan kemauan mereka terhadap anak tanpa pernah mengindahkan pikiran dan suara hati anak. Orangtua seringkali merasa tahu semua yang terbaik bagi anak mereka. Pemaksaan kemauan ini semakin diperburuk oleh kerangka berpikir atau paradigma yang sudah usang, yang dijadikan pijakan berpikir para orangtua. Seringkali orangtua berusaha mewujudkan impian mereka, yang tidak dapat mereka capai saat mereka masih muda, melalui anak mereka.

Pada masa remaja (SMU) orangtua sebaiknya membantu anak untuk “melihat” masa depan, khususnya dalam aspek karir atau pekerjaan. Ada empat kuadran yang bisa dimasuki anak. Ada kuadran pegawai/karyawan, kuadran pengusaha, kuadran pemilik usaha, dan kuadran investor.

Setiap kuadran mempunyai aturan main yang sangat berbeda dan membawa konsekuensi yang juga berbeda. Tidak tepat bagi kita, selaku orangtua, untuk menentukan kuadran mana yang harus dimasuki anak saat mereka selesai kuliah. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan menyiapkan mereka sebagai pembelajar seumur hidup, yang senantiasa berkembang, yang akan mampu beradaptasi dengan berbagai situasi yang dihadapi.

Semua ini bisa dilakukan anak bila pondasi hidupnya kokoh, bila konsep dirinya kuat dan positif, bila anak merasa dirinya berharga dan layak untuk sukses, dan anak tahu apa yang ia inginkan dalam hidupnya.

Dengan pondasi hidup yang kokoh maka anak akan dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Potensi yang merupakan anugerah dari Tuhan yang dibawa anak sejak lahir. Potensi yang akan menjadi kekuatan dan batu pijakan anak untuk meraih keberhasilan hidup di bidang apa saja.

Adi W.Gunawan

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller Born to be a Genius, Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success, Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan?, dan Hypnosis – The Art of Subcsoncsious Communication. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com

[Pembelajar.Com::]

ArtiKel Kiriman Dari Andre Wongso

Selasa, 04-September-2007; 09:24:12 (Diposting oleh: Admin)
HIDUP ADALAH PANGGILAN MULIA
Oleh : Eko Jalu Santoso - Founder Motivasi Indonesia, Penulis Buku

Para ulama dan spiritualis seringkali mengatakan bahwa manusia adalah makhluk paling sempurna diantara makhluk ciptaan Tuhan lainnya. Bukan berarti manusia adalah sempurna, karena kesempurnaan sesungguhnya hanyalah milik Allah semata. Namun manusia memiliki bekal paling sempurna dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya. Manusia memiliki kesempurnaan dalam dimensi fisik, dimensi kecerdasan akal pikiran dan kecerdasan spiritual, yang tidak dimiliki oleh makhluk-makhluk lain.

Manusia memiliki lapisan otak neo-cortex yang memiliki kemampuan luar biasa untuk berpikir rasional dan logis. Dengan kemampuan ini manusia dapat menjelajahi antariksa, menggali kedalaman Samudra, hingga menghasilkan berbagai karya luar biasa. Inilah yang disebut dengan kecerdasan intelektual atau "IQ". Selain itu manusia juga memiliki otak limbik yang memiliki fungsi dalam kecerdasan emosional atau "EQ" dan kecerdasan spiritual "SQ" yang berperan besar dalam meningkatkan kebijaksanaan dalam hidup. Dengan kecerdasan ini manusia dapat memberikan makna bernilai tinggi dalam setiap aktivitas kehidupannya.

Menyadari potensi ini, kita seharusnya percaya bahwa hidup adalah anugerah yang luar biasa. Hidup adalah karunia yang tak ternilai. Karenanya penting bagi kita untuk bangga dan memiliki kekaguman pada kehidupan kita maupun kehidupan orang lain. Penting bagi kita menyadari dan menggunakan potensi yang kita miliki untuk hal-hal luar biasa dan mulia. Penting bagi kita untuk mengeksplorasi diri, menemukan berbagai potensi keunikan dan bakat luar biasa dalam diri dan menggunakan untuk tujuan sukses dan kemuliaan.

Kehadiran manusia di dunia sesungguhnya mengemban amanah sangat mulia dari Tuhan. Karena manusia selain sebagai "abdi" dari Allah adalah penguasa di bumi ini. Sebagai penguasa, maka kehadiran kita tidak sekedar untuk kesejahteraan diri kita, tetapi juga untuk kesejahteraan orang lain dan alam semesta. Kita berkewajiban menggunakan segenap potensio untuk kesejahteraan kehidupan dan alam semesta. Inilah peran utama manusia sebagai pembawa rahmat bagi sesama kehidupan.

Penting bagi kita memastikan, apakah yang kita lakukan saat ini, pekerjaan, bisnis dan kehidupan sudah sejalan dengan amanah mulia ini. Penting menjadikan pekerjaan, bisnis ataupun kehidupan yang kita lakukan saat ini memiliki nilai dan bermakna bagi banyak orang. Dalam bekerja, berusaha dan berkarya tidak hanya selalu memikirkan diri sendiri, tetapi dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi sesama kehidupan.

Dalam interaksi sosial, setiap pribadi tidak hanya dituntut untuk mampu mensejahterakan secara lahir, namun juga menjadi cahaya bagi batin dan spiritual bagi orang lain yang membutuhkannya. Inilah insan sejati yang dapat mengeksploitir kemampuan dirinya, baik kemampuan secara fisik, kemampuan intelektual, kecerdasan emosi sampai pada kecerdasan spiritualnya, agar bisa memberikan makna bagi kehidupan. Memberikan arti perbedaan bagi orang lain dan memberikan hasil karya terbaik bagi kehidupan dan bagi dunia.

Para ulama dan spiritualis selalu mengatakan bahwa kesuksesan sejati adalah diukur dengan sejauh mana kita mampu mengembangkan kemampuan diri kita untuk memberikan banyak manfaat bagi sesama kehidupan. Sejauh mana kita dapat memberikan kontribusi kebaikan yang tulus dan ikhlas bagi sesama kehidupan. Sejauh mana kita telah menempatkan hati yang "taqarrub" menuju kepada sifat-sifat Allah dalam setiap gerak kehidupan di dunia.

Sahabat, hidup adalah panggilan mulia dan agung. Kalau demikian, janganlah pernah berkeluh kesah dalam kehidupan. Janganlah pernah berputus asa ataupun membiarkan waktu kehidupan terbuang dengan sia-sia. Tetapkanlah visi yang agung yang dilandasi nilai-nilai kemuliaan dari dalam hati kita. Berikanlah perbedaan yang lebih bermakna, apakah itu ditempat kerja, dalam bisnis, maupun dalam aktivitas lainnya. Seimbangkanlah hidup Anda, agar menjadikan hidup kita lebih mulia dan bermakna.

Ingatlah, bahwa setiap diri kita adalah teladan bagi diri sendiri dan orang lain. Kalau prinsip ini sudah kita jadikan landasan hidup kita, maka setiap kehadiran kita, setiap hasil karya kita, seberapapun harta dan materi yang kita miliki, kekuasaan yang kita dapatkan, ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi yang kita kuasai adalah semata-mata ditujukan untuk kemaslahatan umat sebesar-besarnya. Inilah karakter pribadi manusia yang sudah memahami amanah tertinggi hidupnya. Karena hidup adalah panggilan mulia.

Semoga Bermanfaat. Salam Motivasi Nurani.

Born to be a Genius but Conditioned to be an Idiot ..!!

All children are born geniuses ; 9.999 out of every 10.000 are swiftly, inadvertaently degeniusized by grownups.
Buckminster Fuller

Minggu lalu saya memberikan pelatihan motivasi dan pengembangan diri di suatu perusahaan blue chip. Saat sesi tanya jawab, ada seorang peserta yang bertanya, “Pak, apa yang menjadi kunci sukses untuk bisa berhasil dalam penjualan/selling?”

“Mengapa bapak mengajukan pertanyaan ini?” saya balik bertanya.

“Saya telah mengikuti sangat banyak pelatihan. Namun, saya merasakan ada sesuatu, di dalam diri saya, yang terus menghambat diri saya. Saya tidak bisa bekerja secara maksimal,” jawab peserta ini.

Saya lalu menjelaskan mengenai Konsep Diri. Bagaimana pengaruh Konsep Diri terhadap kinerja kita. Bila Konsep Diri kita positip maka akan sangat mudah bagi kita untuk meraih keberhasilan. Sebaliknya, bila Konsep Diri buruk maka kita akan sangat sulit berhasil, di bidang apa saja yang kita lakukan. Prestasi hidup kita berbanding lurus dengan Konsep Diri kita. Konsep Diri sebenarnya adalah operating system yang menjalankan komputer mental kita.

“Kalau memang Konsep Diri itu sedemikian penting, lalu mengapa kebanyakan orang Konsep Dirinya kurang baik? Hal ini tercermin dari prestasi hidup mereka yang biasa-biasa. Bisa Bapak jelaskan asal muasal terbentuknya Konsep Diri?” kejarnya lagi.

Nah, pertanyaan saya pada anda, pembaca, “Sejak kapankah Konsep Diri ini mulai terbentuk? Faktor apa saja yang mempengaruhi pembentukan Konsep Diri?”

Apa yang saya uraikan di bawah ini adalah jawaban saya kepada peserta seminar itu.

Proses pembentukan Konsep Diri dimulai sejak kita dilahirkan. Ada dua masa kritis yang perlu kita, sebagai orangtua dan pendidik, cermati. Periode pertama adalah pada usia 0 – 6 tahun. Periode ini sebenarnya terbagi dua, yaitu usia 0 – 3 thn dan 3 – 6 thn. Apa yang terbentuk pada tiga tahun pertama dalam hidup seorang anak merupakan fondasi yang akan digunakan sebagai landasan untuk mengkonstruksi dirinya pada tiga tahun ke dua. Selanjutnya apa yang telah terbentuk pada 6 tahun pertama hidup anak, akan digunakan sebagai fondasi untuk mengembangkan diri lebih lanjut.

Masa kritis selanjutnya adalah saat anak masuk SD. Lima tahun pertama hidup anak di SD merupakan masa kritis yang jarang atau bahkan tidak pernah diperhatikan orangtua dan pendidik. Mengapa lima tahun di SD ini sangat penting?

Semua ini berhubungan dengan sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah. Di Indonesia, anak SD kelas 1 sudah dibebani dengan minimal 9 (sembilan) mata pelajaran. Hebatnya lagi, anak-anak kita “harus” bisa mencapai nilai yang bagus. Kalau tidak baik nilainya maka akan dicap anak bodoh, bloon, tolol, goblok, telmi, otak udang, idiot,dan masih banyak istilah “keren” lainnya (maaf bila saya menggunakan kata-kata yang kurang santun).

Dari semua bidang studi, ada dua bidang studi yang menjadi kunci pembentukan Konsep Diri anak. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Spanyol.

Kedua bidang studi itu adalah matematika dan bahasa. Mengapa matematika dan bahasa? Di seluruh dunia, saat anak masih di SD, yang diutamakan adalah 3R yaitu Reading, Writing, and Arithmetic. Atau kalau dalam bahasa Indonesia adalah 3M yaitu Membaca, Menulis, dan Menghitung.

Saya setuju dengan pentingnya anak menguasi 3M dengan alasan berikut. Pertama, bahasa adalah kunci untuk memahami bahan ajar. Anak yang lemah kemampuan bahasanya akan sangat sulit untuk bisa mempelajari bahan ajar yang disampaikan guru. Mengapa ? Karena semua bahan ajar disampaikan dengan menggunakan bahasa sebagai media atau pengantar. Kedua, matematika sangat penting untuk mengembangkan logika berpikir dan sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari.

Saya teringat saat dua tahun lalu saya dan istri ke Singapore untuk mencari buku Sains kelas 1 SD. Kami berencana menggunakan buku Sains ini di sekolah kami, Anugerah Pekerti. Oleh staff di toko buku itu kami diberi tahu bahwa di Singapore, selama 2 tahun pertama anak di SD, mereka hanya diajarkan 3 bidang studi, yaitu bahasa Inggris, Matematika, dan bahasa Ibu (misalnya Mandarin, Melayu, India). Bidang studi lainnya baru diajarkan mulai kelas 3 SD.

Saya mendapat penjelasan bahwa hal ini disengaja agar saat anak mempelajari suatu materi, saat mereka kelas 3 SD, mereka telah mempunyai fondasi yang kuat yaitu kemampuan baca, tulis, dan hitung yang baik. Bandingkan dengan apa yang harus dijalani anak-anak kita di Indonesia. Saat kemampuan berbahasa mereka masih belum bagus anak, di Indonesia, telah dituntut untuk mempelajari sangat banyak materi. Ditambah lagi, pada umumnya anak didik kita lemah di Matematika.

Anda mungkin bertanya, ”Mengapa kemampuan bahasa dan matematika yang kurang baik dapat berpengaruh negatip terhadap Konsep Diri seorang anak?”

Sebelum saya menjawab pertanyaan di atas, saya ingin menyampaikan hasil penelitian yang dilakukan di propinsi Almeria di Spanyol, dengan menggunakan SDQ Questionnaire. Penelitian ini dilakukan terhadap 245 murid SD. Hasil dari penelitian itu menyebutkan bahwa bidang studi yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap Konsep Diri anak adalah bahasa dan matematika.

Intisari dari penelitian itu adalah sebagai berikut:

1. Prestasi akademik menentukan konsep diri
Pengalaman akademik, baik keberhasilan maupun kegagalan, lebih mempengaruhi konsep diri anak, daripada sebaliknya.

2. Level konsep diri mempengaruhi level keberhasilan akademik

3. Konsep diri dan prestasi akademik saling mempengaruhi dan saling menentukan

4. Terdapat variabel lain yang dapat mempengaruhi konsep diri dan prestasi akademik

Sekarang coba kita cermati apa yang terjadi di sekolah? Anak, sejak SD kelas 1, telah dijejali dengan begitu banyak materi yang harus dipelajari. Pada saat itu, misalnya, kemampuan bahasanya masih kurang bagus. Lalu apa akibatnya? Nilai yang dicapai anak kurang maksimal karena faktor bahasa yang menjadi penghambat. Karena sering mendapat nilai buruk, guru dan orangtua mulai memberi label ”bodoh” pada anak ini. Yang terjadi selanjutnya adalah proses pemrogramam atau lebih tepatnya ”pembodohan” anak karena Konsep Diri anak buruk.

Lalu bagaimana dengan matematika. Ini setali tiga uang. Proses pembelajaran matematika di SD sangat tidak manusiawi, bertentangan dengan cara belajar anak, dan sama sekali tidak fun. Di mana saja, bila saya memberikan seminar pendidikan, saya selalu bertanya pada orangtua maupun guru, ”Apa mata pelajaran yang paling dibenci atau ditakuti anak didik?” Jawabannya selalu sama, ”Matematika”. Mengapa anak sampai takut atau benci matematika?

Cara mengajar matematika di sekolah pada umumnya bersifat abstrak. Apa maksudnya? Jika kita mengacu pada Piaget (teori perkembangan kognitif) dan Montessori (proses konstruksi diri anak) maka pada usia SD anak harus belajar dengan cara konkrit. Konkrit maksudnya adalah ada benda yang bisa dilihat dan dipegang anak saat anak belajar simbol matematika. Angka ”1”, ”2”, ”3”, dan seterusnya, ini adalah simbol dan bersifat abstrak. Untuk bisa benar-benar memahami konsep matematika, urutan pembelajaran yang benar adalah dari konkrit, semi abstak, dan abstrak. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah gaya belajar dan kepribadian anak. Setiap gaya belajar membutuhkan strategi yang berbeda.

Saat ini banyak orangtua, khususnya para ibu, yang bangga karena anaknya, yang masih SD kelas 1 atau 2, dapat dengan cepat menghitung perkalian 3 digit x 3 digit, karena ikut kursus menghitung cepat. Hal yang sering mereka abaikan adalah mereka tidak tahu apakah anak menguasai konsep dengan benar atau tidak. Saya pernah bertanya pada seorang ibu yang sedemikian bangga dengan anaknya yang bisa menghitung cepat, ”Bu, 3 x 1 itu artinya apa?”

”Lha, 3 x 1 sama dengan 3,” jawabnya cepat.

”Benar. Saya tahu bahwa 3 x 1 itu sama dengan 3. Dan 1 x 3 juga sama dengan 3. Tapi, secara konsep ini berbeda. 3 x 1 itu apakah 1-nya 3 kali (1+1+1) atau 3-nya satu kali (3),” tanya saya lagi.

Setelah berpikir sejenak dan mungkin agak kaget karena mendapat pertanyaan yang sangat ”remeh” ini akhirnya ia menjawab, ”Lha, 3 x 1 itu berarti 3-nya satu kali.”

”Ibu yakin dengan jawaban ini,” tanya saya lagi.

”Yakin Pak,” jawabnya.

Saya tahu kalau ia tidak yakin dengan membaca bahasa tubuhnya.

”Bu, kalau di resep dokter tertulis 3x1, ini apakah ibu akan memberi anak ibu 3 kapsul sekali minum atau satu kapsul sebanyak 3 x. Satu di pagi hari, satu di siang hari, dan satu di malam hari?” tanya saya lagi.

Mendengar pertanyaan ini wajahnya langsung merah dan ia tersenyum kecut sambil berkata, ”Ya sudah tentu satu kapsul satu kali minum. Lha kalo tiga kapsul sekali minum anak saya bisa overdosis. Bapak ini nggak tahu atau pura-pura nggak ngerti?” jawabnya sambil cepat berlalu.

Hal yang tampak remeh ini akan berakibat sangat fatal terutama saat anak duduk di SD kelas 4 dan seterusnya. Saat ini, bila dasar matematika dan bahasanya tidak kuat, maka prestasi akademiknya akan jelek. Prestasi akademik yang buruk, sekali lagi, sangat berpengaruh terhadap Konsep Diri anak. Persis sama seperti hasil penelitian di Spanyol. Konsep Diri yang buruk akan terbawa hingga dewasa dan mengakibatkan anak tidak bisa berprestasi maksimal dalam hidupnya.

Saat anak tidak menguasai konsep yang benar, ditambah lagi kemampuan bahasanya masih minim, lalu anak diberi soal cerita, apa yang terjadi? Habislah anak kita. Nilainya pasti jeblok. Hal ini, kalau terjadi berulang kali (repetisi), ditambah lagi orangtua atau guru mengatakan dirinya bodoh (informasi dari figur yang dipandang memiliki otoritas), ditambah lagi emosi yang intens yang terjadi dalam diri seorang anak, maka langsung menghasilkan pemrograman pikiran bawah sadar yang sangat powerful. Celakanya lagi, ini program negatip, dalam bentuk Konsep Diri yang buruk.

Lalu apa ciri-ciri anak dengan Konsep Diri yang buruk? Pertama, anak tidak atau kurang percaya diri. Kedua, anak takut berbuat salah. Ketiga, anak tidak berani mencoba hal-hal baru. Keempat, anak takut penolakan. Dan yang kelima, anak tidak suka belajar dan benci sekolah.

Ada satu buku bagus yang ditulis kawan karib saya, Ariesandi Setyono, yang berjudul ”Mathemagics – Cara Jenius Belajar Matematika”, yang perlu anda baca. Buku ini menjelaskan secara detil proses pembelajaran matematika yang benar. Aries, dengan cara yang sangat luar biasa , mampu membuat anak didiknya, dengan hati gembira, mengerjakan soal latihan matematika sebanyak 26 (dua puluh enam) halaman non stop. Baru-baru ini Aries kembali mampu membuat anak didiknya, murid SD kelas 1 dan 2, mengerjakan soal-soal latihan matematika selama 120 (seratus dua puluh) menit non stop. Saat diminta berhenti, muridnya malah ngomel dan minta terus. Murid mengerjakan soal dengan hati riang, sama sekali tanpa ada tekanan atau stress. Untuk soal ujian akhir semester, Aries memberikan 200 (dua ratus) soal yang harus dikerjakan muridnya, bukan pilihan ganda. Semua anak mampu mengerjakan hanya dalam waktu rata-rata 45 menit dengan nilai rata-rata kelas 85.

Konsep Diri yang positip sangat penting bagi seorang anak dan juga untuk orang dewasa. Fondasi yang rapuh (Konsep Diri jelek) tidak memungkinkan kita untuk bisa membangun gedung bertingkat (sukses) di atasnya.

Anak dilahirkan dengan potensi menjadi seorang jenius namun proses ”pendidikan” yang salah telah membuat anak tidak mampu mengembangkan potensinya secara optimal. Saya menamakan kondisi ini sebagai ”idiot”. Kita tidak menyadari potensi diri yang sesungguhnya. Kalaupun kita tahu dan sadar akan potensi ini kita merasa tidak mampu untuk mengembangkannya secara optimal.

* Adi W. Gunawan, lebih dikenal sebagai Re-Educator and Mind Navigator, adalah pembicara publik dan trainer yang telah berbicara di berbagai kota besar di dalam dan luar negeri. Ia telah menulis best seller Born to be a Genius, Genius Learning Strategy, Manage Your Mind for Success, Apakah IQ Anak Bisa Ditingkatkan , dan Hypnosis: The Art of Subconscious Communication. Adi dapat dihubungi melalui email adi@adiwgunawan.com

[Pembelajar.Com::]

http://www.pembelajar.com/wmview.php?ArtID=476

Pesan dari Tri Raharjo:
Artikel Yang Sangat Menarik..!!!!
12 2007 - 20:

Salam,
Pembelajar.Com
intermuda@yahoo.com

Kamis, 28 Juni 2007

BeLajar SanTai But Serius, WhY Not..?


Belajar sambil bermain mungkin merupakan salah satu solusi untuk membangkit minat belajar bagi anak...., "Belajar pangkaL Pandai". Biarkan mereka lepas, biarkan mereka bebas...tanpa ada rasa terbebani Insya Allah Mereka akan dapat mengembangkan Potensi yang ada di Dalam dirinya....!!!

Kamis, 05 April 2007

BerMain Dan KreaTivitas..!!!

Masa kecil adalah masa yang paling menyenangkan, semua orang pasti tidak menyangkal hal ini . Masih terbayang dibenak saya waktu indah bermain bersama teman-teman dikampung dengan menggunakan media-media yang ada disekitar misalnya dari pelepah kelapa yang tua dapat digunakan untuk bermain mobil-mobilan, bermain perang-perangan dengan menggunakan pistol-pistol yang dibuat sendiri mengunakan kayu, membuat mobil-mobilan dengan menggunakan kulit jeruk bali dan masih banyak lagi permainan-permainan lain yang semuanya dibuat menggunakan bahan yang ada disekitar kita. Jika kembali masa sekarang yang kita dan termasuk saya sudah berpindah generasi yang dulu menjadi anak-anak tetapi sekarang telah mempunyai anak, sering melihat anak-anak saya dan anak-anak sekarang berrmain dengan menggunakan media untuk bermain sangat jauh berbeda dengan media yang saya pergunakan. Masa sekarang tidak ada lagi mobil-mobilan yang terbuat dari kulit buah jeruk bali, tidak ada lagi bermain pistol-pistolan dengan menggunakan pistol kayu yang dibuat sendiri tetapi yang ada sekarang bermain mobil-mobilan yang sudah canggih yang dibuat dari pabrik misalnya mobil tamiya, mobil remote control dan lainnya yang harus kita beli. Jika kita lihat masa sekarang ini yang mungkin dianggap sudah modern jadi hal-hal yang seperti saya lakukan pada waktu kecil dahulu tidak sesuai lagi dengan masa sekarang. Namun kalau kita amati lebih jauh timbul suatu kekhawatir saya terhadap generasi anak-anak sekarang yang mungkin seolah-olah di ciptakan menjadi generasi-generasi yang konsumtif. Anak-anak sekarang mungkin sebagian besar tidak dapat membuat mobil-mobilan  dan mainan-mainan yang diciptakan dari hasil karya sendiri dengan menggunakan media yang ada disekitarnya. Sebagian besar anak-anak sekarang atau mungkin orangtuanya berpendapat untuk apa repot-repot membuat mainan sendiri toh dengan banyak mainan yang tersedia dipasar yang dapat dibeli. Memang secara praktis kita berpikir bahwa hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena mereka beranggapan bahwa bukan zamannya lagi kita harus repot-repot untuk membuat mainan sendiri. Tetapi kalau kita lebih jeli melihat ada dampak yang mungkin tidak kita sadari dengan pola pikir yang demikian diantaranya adalah :

  • Pola Hidup Konsumtif, hal ini dapat dilihat bahwa dengan adanya pemikiran yang demikian secara tidak disadari pola hidup generasi-generasi kita menjadi orang-orang yang konsumtif. Artinya dengan bermain saja kita harus mengeluarkan uang untuk membeli media bermain. Mereka bermain bukan berdasarkan dari hasil imajinasi mereka tetapi permainan mereka sudah tergantung dari media yang ada dan diciptakan oleh pihak lain misalnya pabrik atau produsen mainan. Dengan demikian bukan tidak mungkin dari permainan-permainan yang diciptakan oleh pihak lain dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa generasi-generasi kita tanpa disadari, misalnya menciptakan generasi yang egoistis tanpa memperhatikan orang disekitarnya, menciptakan generasi yang selalu labil dan mudah dipengaruhi dan bukan tidak mungkin menciptakan generasi yang tidak mempunyai identitas diri.
  • Pola Hidup Non Kreativitas, artinya generasi-generasi kita akan menjadi orang-orang yang tidak mempunyai kreativitas. Anak-anak kita akan menjadi orang yang malas untuk menciptakan atau berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Generasi anak-anak kita akan sulit untuk menjadi orang survive karena hal-hal yang menyangkut kemandirian dan life skill di dalam dirinya sudah tidak ada.

Mudah-mudahan saja apa yang saya khawatirkan tentang anak-anak kita ini tidak menjadi kenyataan, karena apabila hal ini terjadi bagaimana generasi-generasi kita yang akan datang....?.

Mungkin tidak ada salahnya untuk kembali melihat kebelakang, yaitu mengajarkan kepada anak-anak kita agar dapat menciptakan permainan-permainan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Kembali kebelakang bukan berarti kita ketinggalan zaman atau tidak mengikuti zaman. Zaman ada bukan untuk kita ikuti tetapi kitalah yang menciptakan zaman itu sendiri. Hanya orang kalah yang dapat dikalahkan zaman sebaliknya sang pemenang adalah orang yang menciptakan zaman.Saya mempunyai impian dimana anak-anak sekarang dapat bermain dengan riang tanpa harus mengeluarkan uang. Mereka dengan bangga memperlihatkan hasil-hasil yang mereka buat berdasarkan imajinasinya. Wah.... alangkah senangnya bisa kembali kemasa kecil  yang penuh dengan kegembiraan... dan keceriaan.