Kamis, 05 April 2007

BerMain Dan KreaTivitas..!!!

Masa kecil adalah masa yang paling menyenangkan, semua orang pasti tidak menyangkal hal ini . Masih terbayang dibenak saya waktu indah bermain bersama teman-teman dikampung dengan menggunakan media-media yang ada disekitar misalnya dari pelepah kelapa yang tua dapat digunakan untuk bermain mobil-mobilan, bermain perang-perangan dengan menggunakan pistol-pistol yang dibuat sendiri mengunakan kayu, membuat mobil-mobilan dengan menggunakan kulit jeruk bali dan masih banyak lagi permainan-permainan lain yang semuanya dibuat menggunakan bahan yang ada disekitar kita. Jika kembali masa sekarang yang kita dan termasuk saya sudah berpindah generasi yang dulu menjadi anak-anak tetapi sekarang telah mempunyai anak, sering melihat anak-anak saya dan anak-anak sekarang berrmain dengan menggunakan media untuk bermain sangat jauh berbeda dengan media yang saya pergunakan. Masa sekarang tidak ada lagi mobil-mobilan yang terbuat dari kulit buah jeruk bali, tidak ada lagi bermain pistol-pistolan dengan menggunakan pistol kayu yang dibuat sendiri tetapi yang ada sekarang bermain mobil-mobilan yang sudah canggih yang dibuat dari pabrik misalnya mobil tamiya, mobil remote control dan lainnya yang harus kita beli. Jika kita lihat masa sekarang ini yang mungkin dianggap sudah modern jadi hal-hal yang seperti saya lakukan pada waktu kecil dahulu tidak sesuai lagi dengan masa sekarang. Namun kalau kita amati lebih jauh timbul suatu kekhawatir saya terhadap generasi anak-anak sekarang yang mungkin seolah-olah di ciptakan menjadi generasi-generasi yang konsumtif. Anak-anak sekarang mungkin sebagian besar tidak dapat membuat mobil-mobilan  dan mainan-mainan yang diciptakan dari hasil karya sendiri dengan menggunakan media yang ada disekitarnya. Sebagian besar anak-anak sekarang atau mungkin orangtuanya berpendapat untuk apa repot-repot membuat mainan sendiri toh dengan banyak mainan yang tersedia dipasar yang dapat dibeli. Memang secara praktis kita berpikir bahwa hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena mereka beranggapan bahwa bukan zamannya lagi kita harus repot-repot untuk membuat mainan sendiri. Tetapi kalau kita lebih jeli melihat ada dampak yang mungkin tidak kita sadari dengan pola pikir yang demikian diantaranya adalah :

  • Pola Hidup Konsumtif, hal ini dapat dilihat bahwa dengan adanya pemikiran yang demikian secara tidak disadari pola hidup generasi-generasi kita menjadi orang-orang yang konsumtif. Artinya dengan bermain saja kita harus mengeluarkan uang untuk membeli media bermain. Mereka bermain bukan berdasarkan dari hasil imajinasi mereka tetapi permainan mereka sudah tergantung dari media yang ada dan diciptakan oleh pihak lain misalnya pabrik atau produsen mainan. Dengan demikian bukan tidak mungkin dari permainan-permainan yang diciptakan oleh pihak lain dapat mempengaruhi pertumbuhan jiwa generasi-generasi kita tanpa disadari, misalnya menciptakan generasi yang egoistis tanpa memperhatikan orang disekitarnya, menciptakan generasi yang selalu labil dan mudah dipengaruhi dan bukan tidak mungkin menciptakan generasi yang tidak mempunyai identitas diri.
  • Pola Hidup Non Kreativitas, artinya generasi-generasi kita akan menjadi orang-orang yang tidak mempunyai kreativitas. Anak-anak kita akan menjadi orang yang malas untuk menciptakan atau berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Generasi anak-anak kita akan sulit untuk menjadi orang survive karena hal-hal yang menyangkut kemandirian dan life skill di dalam dirinya sudah tidak ada.

Mudah-mudahan saja apa yang saya khawatirkan tentang anak-anak kita ini tidak menjadi kenyataan, karena apabila hal ini terjadi bagaimana generasi-generasi kita yang akan datang....?.

Mungkin tidak ada salahnya untuk kembali melihat kebelakang, yaitu mengajarkan kepada anak-anak kita agar dapat menciptakan permainan-permainan dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya. Kembali kebelakang bukan berarti kita ketinggalan zaman atau tidak mengikuti zaman. Zaman ada bukan untuk kita ikuti tetapi kitalah yang menciptakan zaman itu sendiri. Hanya orang kalah yang dapat dikalahkan zaman sebaliknya sang pemenang adalah orang yang menciptakan zaman.Saya mempunyai impian dimana anak-anak sekarang dapat bermain dengan riang tanpa harus mengeluarkan uang. Mereka dengan bangga memperlihatkan hasil-hasil yang mereka buat berdasarkan imajinasinya. Wah.... alangkah senangnya bisa kembali kemasa kecil  yang penuh dengan kegembiraan... dan keceriaan.

 

PENDIDIKAN
Guru dan Kampanye Politik

Salah satu tujuan pendidikan secara mendasar adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Karena itu, pendidikan apa pun jenisnya tidak bisa melepaskan misi tersebut. Dengan pendidikan, generasi bangsa bisa mengerti, kebodohan merugikan, ketidakadilan kezaliman, eksploitasi manusia melanggar hak asasi manusia, dan sebagainya.
Untuk bisa menjalankan misi itu, pendidikan harus berdiri dan berada dalam posisi yang independen. Pendidikan harus terjaga dari imbas-imbas pragmatisme politik sesaat, ideologi-ideologi yang bertentangan dengan ideologi negara, dan kepentingan-kepentingan ekonomi industrial yang eksploitatif.
Dalam perspektif ini, pendidikan harus komitmen terhadap ideologinya, yakni mengembangkan kebenaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi, ideologi dunia pendidikan adalah ideologi ilmu pengetahuan yang secara riil yang sangat menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan penghargaan terhadap hak asasi manusia (HAM).
Tetapi pertanyaannya adalah benarkah dunia pendidikan kita benar-benar bisa terhindar dari bias-bias politik pragmatis? Benarkah para guru yang merupakan mesin penggerak pendidikan juga terhindar dari tekanan-tekanan politik sehingga berjiwa merdeka? Pertanyaan-pertanyaan itu menarik untuk diketengahkan melihat fenomena, dalam realitas guru sulit terbebaskan dari tekanan-tekanan partai politik tertentu.
Berdasarkan prinsip-prinsip pedagogis tersebut, seorang pendidik (guru) semestinya terbebas dari segala macam tekakan, dan diharapkan bisa mengajarkan etika politik yang murni dan jernih. Peserta didik pun bisa mendapat pengetahuan yang benar. Tetapi dalam dunia pendidikan kita, sulit membebaskan guru dari kepentingan-kepentingan politik pragmatis. Atau dalam kamus politik disebut ideologisasi. Guru diberi paket untuk menyebarkan, mendukung, dan memenangkan ideologi politik tertentu.
Pembedaan Media
Imbas dunia pendidikan sudah tidak sejuk lagi. Udara ilmu pengetahuan dan proses belajar-mengajar sudah sering terdistorsi. Lebih jauh lagi, guru diharapkan tidak sekadar pendukung ideologi politik tertentu, tetapi juga memberikan sumbangan finansial berupa pemotongan gaji untuk kepentingan kampanye. Jelasnya guru tidak hanya dituntut untuk berkampanye di dalam kelas, tetapi juga ikut menyandang dana kampanye.
Memang tidak ada halangan dan tidak ada larangan guru berkampanye untuk memenangkan salah satu organisasi peserta pemilu. Karena berpolitik adalah hak setiap warga negara. Justru dengan keterlibatan dalam berbagai kegiatan politik, diharapkan guru mengetahui banyak persoalan politik.
Tetapi persoalannya, perlu dibedakan medan dan medianya, serta sasaran kampanye politik. Guru boleh saja berkampanye, tetapi jangan di dalam kelas, terutama pada pemilih-pemilih pemula yang sebagian anak-anak SMA.
Pemilih pemula sebetulnya membutuhkan penjelasan-penjelasan tentang politik. Apa itu pemilu, demokrasi, hak-hak rakyat, kewajiban-kewajiban rakyat dan negara, begaimana pemilu yang berkualitas, serta bagaimana sebagai warga negara bisa ikut berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam pesta demokrasi.
Untuk melaksanakan fungsi penjelas berbagai persoalan tersebut, guru harus mengorientasikan kampanyenya dalam sepektrum yang luas dan berjangkauan ke depan.
Guru secara moral memiliki tanggung jawab secara etis atas persoalan-persoalan politik bangsanya. Dengan demikian, yang dilakukan guru bukan menggiring anak didik untuk memilih OPP tertentu atau bahkan tidak memilih dalam pemilu. Guru haruslah seperti resi. Dia memiliki tanggung jawab membenahi etika politik bangsa, bukan hanyut dalam pragmatisme politik yang sifatnya sesaat.
Dunia pendidikan secara makro harus bisa menjalankan dua fungsi dalam hal pendidikan politik. Pertama, dunia pendidikan perlu menjadi pendukung sistem politik dan ideologi negara yang sudah diyakini kebenarannya.
Seperti persoalan ideologi Pancasila dan UUD 1945. Karena kedua hal itu sudah diyakini kebenarannya dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara, maka dunia pendidikan harus menjadi pendukung utama untuk melestarikan dua legitimasi sistem kenegaraan dan perpolitikan tersebut.
Kedua, dunia pendidikan harus mampu melakukan kritik-kritik terhadap budaya politik yang dianggap menyeleweng. Fungsi itu hanya bisa dilakukan bila para guru benar-benar merdeka dari tekanan kepentingan politik praktis OPP tertentu. Tetapi sebaliknya, fungsi itu sulit bisa direalisasikan bila para guru sudah terkooptasi oleh ideologi-ideologi partai politik tertentu.
Etika
Salah satu sebab kondisi pendidikan politik dan budaya politik di Tanah Air kurang segar adalah kelemahan fungsi kritik yang harus dijalankan oleh dunia pendidikan di tingkat menengah sampai perguruan tinggi. Implikasi konkretnya adalah partisipasi politik dalam pemilu untuk memilih OPP tertentu bukan didasarkan pada kesadaran dan kekritisan setelah mengkaji berbagai hal.
Pemilihan pada OPP tertentu lebih didasarkan pada tekanan-tekanan, karena ikatan emosional, pengaruh lingkungan, dan takut dikucilkan kelompoknya.
Dalam kondisi seperti itu, mestinya dunia pendidikan, terutama di tingkat menengah, harus berposisi sebagai penyegaran pandangan, wawasan, dan nuansa politik agar para generasi muda tidak makin apatis terhadap persoalan politik. Para guru yang dihadapkan pada para pemilih pemula harus bertanggung jawab bagaimana bisa meningkatkan kualitas pemilu.
Peran itu bisa dilakukan bila para guru mampu mengajarkan sistem dan nilai-nilai demokrasi yang benar kepada anak didik. Dalam proses belajar-mengajar, guru harus menjadi contoh atau figur bagaimana menjadi sosok yang demokrat, toleran, dan inklusif dalam menghadapi berbagai persoalan politik.
Diperlukan pembenahan-pembenahan etika politik sejak dini lewat pendidikan, karena pada dasarnya pendidikan adalah bekal masa depan generasi muda. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupan demokrasi serta etika politik yang bersih dan berwibawa, jika sejak usia dini murid dicecoki harus memiliki referensi tunggal dalam menentukan pilihan politik. Padahal, politik sangat kondisional dan selalu berubah-ubah.
Karena itu, yang perlu diajarkan adalah etika politik. Sebab, etika tidak sekadar bicara benar-salah sebuah pilihan politik, tetapi memberikan wawasan atas dasar apa pilihan politik itu harus ditentukan. Dengan pengetahuan yang mendasar tersebut, para siswa atau peserta didik dalam dunia pendidikan makro tidak hanya mampu menjatuhkan pilihan yang benar, tetapi juga menjadi pelaku-pelaku politik yang baik. Menjadi politikus-politikus yang bermoral dan memiliki tanggung jawab moral.

Rabu, 04 April 2007

BUTA AKSARA..!!

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang paling prioritas untuk dibangun di Kalbar. Hal ini diakui oleh Gubernur Kalbar, Usman Ja’far ketika berkunjung ke Sambas beberapa hari yang lalu.Menurut Usman, saat ini sekitar 140 ribu masyarakat Kalbar masih buta huruf. Oleh karena itu, gerakan wajib belajar menurutnya harus tetap digalakkan disegenap lapisan masyarakat.

“Pemprov menargetkan penuntasan buta huruf sebanyak 15 ribu orang pertahun.” Katanya. Untuk mengatasi kondisi yang cukup memprihatinkan ini, menurutnya pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada dukungan dari seluruh elemen masyarakat. “Peran orang tua dan keluarga juga sangat penting, “ ujarnya.

Orang tua dan keluarga diharapkan dapat memberikan perhatian yang lebih bagi pendidikan anak-anak atau saudaranya, memberikan motivasi dan dukungan. Disamping pendidikan, sektor kesehatan juga dipandang sebagai modal utama dalam melaksanakan pembangunan. “Dengan generasi yang cerdas dan sehat, tujuan pembangunan Kalbar untuk menjadi daerah yang maju bisa tercapai,” Katanya.(pontianak post, 3 Apr 2007).

Menarik sekali pernyataan ini karena merupakan peluang bagi Zamrud On-line untuk dapat berperan juga dalam program ini. Semoga saja program ini bukan hanya suatu pernyataan politis saja.